REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Sekitar 330 penduduk Palestina ditahan otoritas Israel sejak awal Ramadhan, Ahad (26/6). Palestinian Prisoners Center for Studies mengatakan mereka berasal dari Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Selama 20 hari sejak 6 Juni, Israel memulai operasi di kota-kota Palestina. Direktur lembaga, Osama Shaheen mengatakan operasi ini menargetkan pemimpin dan aktivis.
"Kami menyadari bahwa kampanye penahanan melawan pemimpin dan aktivis di Hebron ini meningkat, khususnya setelah serangan terbaru di Tel Aviv," kata Shaheen dikutip dari Aljazirah. Ia merujuk penembakan 9 Juni lalu oleh warga Palestina.
Menurut catatan lembaga, dari 330 orang yang ditahan, 60 diantaranya adalah anak-anak. Usia termuda berusia 10 tahun yaitu Marwan Sharabati dari Hebron. Selain itu, ada juga 21 perempuan berusia 18-45 tahun.
Selain itu, sekitar 15 warga, 13 diantaranya adalah nelayan dari Gaza. Mereka ditahan di pelabuhan Ashdod Israel, termasuk Mohammad al-Halabi, kepala program Gaza di organisasi kemanusiaan Kritiani, World Vision.
Operasi telah dilakukan di sepanjang kota okupasi Yerusalem Timur, Hebron, Nablus, Ramallah, Jenin dan Gaza. "Setiap harinya ada saja operasi di Tepi Barat," kata Shaheen.
Israel, lanjutnya, menargetkan siapa pun yang terlibat intifada atau aktivitas nasionalisme lainnya. Otoritas penjara Israel tidak mengeluarkan komentar.
Sejak serangan pasar Tel Aviv, Israel menangguhkan 83 ribu izin masuk ke Mesjid al-Aqsa di Yerusalem Timur dari Tepi Barat. Warga Palestina juga dilarang berkunjung ke keluarga mereka di sana.
Sejak itu juga militer Israel melancarkan operasi penggerebekan. Diperkirakan ada 7.000 penduduk Palestina di penjara Israel. Diantaranya ada 70 perempuan, 414 anak-anak dengan 104 diantaranya berusia di bawah 16 tahun.