Senin 27 Jun 2016 13:25 WIB

5 Pabrik Tekstil di Bandung Diminta Tutup Sementara

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Dwi Murdaningsih
Pekerja di industri tekstil
Foto: Rezza Estily/Antara
Pekerja di industri tekstil

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat mengusulkan lima pabrik tekstil di Bandung Raya untuk ditutup atau di hentikan sementara proses produksinya. Sebab, kelima pabrik tersebut banyak melakukan pelanggaran pencemaran lingkungan.

Kepala BPLHD Jawa Barat Anang Sudarna enggan menyebutkan secara langsung kelima pabrik yang perlu dihentikan sementara proses produksinya tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengatasi hal-hal yang tidak diinginkan. Bahkan, pekan lalu pihaknya sudah menandatangani surat untuk bupati/walikota di Bandung Raya untuk menghentikan sementara proses produksi kelima pabrik tersebut.

Karena, kata dia, lokasi pabrik tersebut ada di wilayah Bandung Raya, Kabupaten Bandung, KBB (Kabupaten Bandung Barat), Cimahi dan Kota Bandung.

"Yang pasti kami sudah kirimkan surat ke bupati walikota supaya usulan penghentian sementara produksi pabrik tersebut supaya ditindak lanjut," ujar Anang kepada wartawan, Senin (2z/6).

Menurut Anang, pemerintah kabupaten/kota di wilayah Bandung Raya perlu memberikan sanksi tegas kepada mereka. Karena, BPLHD Jabar pun telah melayangkan surat supaya pemerintah kabupaten/kota menindaklanjuti hal tersebut.

Selama ini, kata Anang, pihaknya terus melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap semua industri yang ada di Jabar. Bahkan, BPLHD pun melakukan pengawasan dan pembinaan khusus terhadap perusahaan perusahaan yang 'nakal'. Contohnya, BPLHD Jabar telah membina kelima pabrik selama 1,5 tahun. Bahkan, sudah diberikan sanksi beberapa kali, tetapi itu tidak digubris.

Anang menilai, pemerintah Kabupaten/Kota bisa memberikan sanksi tegas yang beragam, agar mereka bisa taat terhadap aturan. Khususnya, aturan terkait pelestarian lingkungan. Selama ini, mereka banyak melakukan pelanggaran pencemaran lingkungan. Seperti, tidak memfungsikan IPAL secara optimal, membuang limbah ke sungai, membuang sampah sembarangan, termasuk menyimpan barang bekas secara sembarang. Bahkan, mereka membuang sisa batu bara secara sembarang.

"Mereka itu kita bina sudah 1,5 tahun, sudah diberi sanksi secara bertahap, mulai sanksi satu, dua bahkan tiga. Tapi, banyak pelanggaran yang dilakukan," katanya.

Anang menjelaskan, drum bekas oli tak bisa dibuang terbuka sembarangan tapi harus ditempat terlindung. Begitu juga, ceceran batu Bara tak bisa dibuang begitu saja. "Apalagi kalau hujan dan masuk sungai itu akan sangat berbahaya bagi masyarakat di sekitarnya," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement