REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, keluhan mengenai pelumas palsu dan pelumas oplosan sudah banyak dikeluhkan oleh konsumen melalui YLKI. Menurutnya, tren penggunaan pelumas sangat tinggi seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan pribadi daripada kendaraan umum.
"Oleh karena itu, potensi pelumas oplosan maupun pelumas palsu sangat besar sehingga perlu pengawasan dengan cara pengetatan hukum," ujar Tulus di Jakarta, Senin (27/6).
Tulus menjelaskan, pada dasarnya standardisasi sebuah produk sangat penting untuk melindungi konsumen dan produsen. Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan salah satu bentuk kontrol pasar yang dilakukan oleh pemerintah sehingga konsumen tidak tertipu dengan produk yang beredar di pasar.
Setelah diberlakukan SNI wajib, maka pemerintah perlu melakukan pengawasan dan penegakan hukum yang ketat. Tulus sepakat apabila ada SNI wajib untuk produk pelumas karena berkaitan dengan keselamatan berkendara. Sebab, risiko dibukanya Masyarakat Ekonomi ASEAN maka akan masuk barang dan jasa yang tidak sesuai standar.
"SNI wajib menjadi sangat urgent dalam konteks perlindungan konsumen dan produsen di dalam negeri. Kalau diserbu pelumas impor yang kualitasnya belum terjamin, maka akan merugikan konsumen," kata Tulus.
Tulus mengatakan, pengaduan konsumen terkait pelumas palsu menunjukkan bahwa pemerintah harus mendorong kontrol di pasar. Apalagi, pelumas saat ini sudah menjadi kebutuhan bagi industri otomotif.