REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Pengadilan Negeri Bekasi menetapkan denda sebanyak Rp 205.000.500 dalam sidang putusan kasus dugaan malapraktik balita FRB (1,2 tahun) yang dilakukan oleh Rumah Sakit Awal Bros, Kalimalang, Bekasi Selatan.
Majelis hakim membenarkan dugaan bahwa RS Awal Bros telah melakukan tindakan perbuatan melawan hukum atau malapraktik. Sidang terbuka gugatan perdata kasus dugaan malapraktik terhadap RS Awal Bros ini digelar di PN Bekasi, Senin (27/6) pukul 11.00 WIB.
Sidang menghadirkan kuasa hukum kedua belah pihak dan keluarga korban. Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan pihak tergugat bersalah atas tindakan melawan hukum dan diharuskan membayar ganti rugi sebesar Rp 205.000.500.
Kuasa hukum keluarga korban, Nur Hakim, menyatakan, berdasarkan putusan PN Bekasi, gugatan keluarga FRB terhadap RS Awal Bros dikabulkan sebagian dan ditolak sebagian. Kendati demikian, RS Awal Bros ditetapkan terbukti bersalah telah melakukan malpraktek terhadap FRB.
"Terbukti bahwasanya perbuatan melawan hukum atau dalam istilah medisnya malapraktik itu memang telah terjadi," kata Nur Hakim, Senin (27/6).
Menurut Nur Hakim, PN Bekasi membenarkan bahwa kematian balita FRB ada indikasi lantaran kesalahan pemberian obat antibiotik. RS Awal Bros tidak melakukan skin test terlebih dahulu sebelum memberikan antibiotik.
Pihak rumah sakit dipandang lalai dalam mempertimbangkan dampak atau risiko tindakan medis yang dilakukan. Kelalaian itu mengakibatkan hilangnya nyawa pasien. "Gugatan material dikabulkan, tetapi gugatan immaterial ditolak," imbuh Nur Hakim.
PN Bekasi meminta RS Awal Bros untuk membayar ganti rugi material senilai Rp 205.000.500. Ganti rugi ini jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan kuasa hukum keluarga FRB. Keluarga FRB awalnya mengajukan tuntutan ganti rugi material sebesar Rp 12 miliar kepada pihak RS Awal Bros.
Sebelumnya, balita FRB masuk Rumah Sakit Awal Bros, Kalimalang, Bekasi pada Rabu, 28 Oktober 2015 karena diare. Sehari setelah masuk rumah sakit, kondisinya sudah mulai membaik.
Sekitar pukul 15.00 WIB pada hari yang sama, perawat datang memberikan suntikan antibiotik Tricefin INJ 1 gram tanpa melakukan skin test terlebih dahulu. Selang dua jam kemudian, FRB terlihat mengalami gejala keracunan yang ditandai badan bengkak, perut membiru, dan busa keluar dari mulut.
Nyawa FRB tidak dapat diselamatkan pada Ahad, 1 November 2015. Terkait langkah ke depan, Nur Hakim mengatakan, pihaknya masih akan mempertimbangkan terlebih dahulu dengan klien.