Selasa 28 Jun 2016 10:55 WIB

‎Demokrat Sampaikan 3 Nota Keberatan Terhadap RUU Tax Amnesty

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Ilham
tax aamnesty.ilustrasi
Foto: tribune.com.pk
tax aamnesty.ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Demokrat menyampaikan nota keberatan atas tiga pasal di RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Pasal-pasal tersebut yakni pasal 1 angka 1  tentang definisi pengampunan, pasal 1 angka 3 tentang definisi harta, dan pasal 4 tentang tarif tebusan.

Pasal 1 angka 3 tentang definisi harta, misalnya. Dalam pembahasaan RUU Pengampunan Pajak bersama pemerintah, telah dijelaskan bahwa sumber dana pengampunan pajak sebagian besar berasal dari illicit  funds (narkoba, terorisme, perdagangan manusia, dan korupsi). Bahwa pasal 1 angka 3 RUU Pengampunan Pajak ini tidak secara tegas menyatakan larangan bagi harta atau aset yang bersumber dari illicit funds dalam mengikuti program pengampunan pajak.

Demokrat berpandangan bahwa jenis harta atau aset yang akan dilaporkan dalam pengampunan pajak harus merupakan harta yang legal dan tidak berasal dari kegiatan terorisme, narkoba, perdagangan manusia, dan korupsi.

"Adalah kewajiban untuk memastikan bahwa undang-undang ini tidak menjadi sarana legalisasi pencucian uang bagi wajib pajak yang harta atau asetnya bersumber dari narkoba, terorisme, perdagangan manusia, dan korupsi," ujar anggota Komisi XI Fraksi Partai Demokrat, Evi Zainal Abidin,

RUU Pengampunan Pajak, kata dia, tidak boleh menjadi rumah dan jalan baru bagi para pelaku kejahatan untuk harta mereka yang tidak legal atau tidak bersih. Cara ini dinilai menghancurkan upaya besar untuk membuat Indonesia makin bebas dari korupsi yang 10 tahun lebih dilakukan secara agresif dan serius.

Kemudian, dalam pasal 4 tentang tarif tebusan, pemerintah telah mengajukan usulan bahwa tarif tebusan untuk mengikuti program pengampunan pajak berada pada kisaran 2 hingga 10 persen dari jumah harta yang diungkapkan.  

Demokrat memandang bahwa penetapan tarif tebusan tidak hanya semata-mata mempertimbangkan potensi  partisipasi wajib pajak yang ikut dalam program pengampunan pajak. Harus juga ada aspek keadilan dan jumlah penerimaan negara dari uang tebusan.

Sementara untuk tarif pengampunan bagi UMKM, Demokrat tidak mengajukan usulan dengan pertimbangan bahwa kebijakan pengampuan pajak hanya berlaku singkat. "Karena keberpihakan terhadap UMKM tidak hanya dilakukan melalui kebijakan yang relatif singkat, namun kebijakan yang lebih panjang dan bersifat kontinyu," kata Evi.

Kebijakan yang dimaksud adalah melakukan reformasi struktural terhadap UU KUP dan UU Perpajakan lainnya dengan menetapkan  tarif pajak serendah-rendahnya untuk UMKM.

Demokrat bersikap bahwa tarif pengampunan pajak paling sedikit disesuaikan dengan tarif yang berlaku dalam UU KUP untuk wajib pajak yang melakukan repatriasi harta. Sementara bagi wajib pajak yang tidak melakukan repatriasi dan baru memiliki NPWP dikenakan tarif lebih tinggi dari yang berlaku dalam UU KUP. Sedangkan untuk tarif UMKM akan diatur dalam revisi UU KUP dan UU Perpajakan lainnya dengan tarif pajak serendah-rendahnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement