Rabu 29 Jun 2016 18:22 WIB

Pemerintah Janji Genjot Pendapatan Pajak di Luar Skema Tax Amnesty

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Baliho himbauan membayar pajak dipajang di JPO Gambir, Jakarta, Ahad (24/4).(Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Baliho himbauan membayar pajak dipajang di JPO Gambir, Jakarta, Ahad (24/4).(Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah dan DPR telah menetapkan APBN Perubahan (APBNP) 2016. Pemerintah mengaku akan menggenjot pendapatan pajak di luar skema tax amnesty untuk memenuhi kebutuhan anggaran.

Dalam APBNP 2016, defisit ditetapkan sebesar 2,35 persen atau Rp 296,7 triliun. Nilai ini didapat dari pendapatan negara dan hibah Rp 1.768,2 triliun dan belanja negara Rp 2.082,9 triliun.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, untuk mencari pendapatan pihaknya akan memaksimalkan peningkatan pajak di luar dana yang diprediksi masuk melalui skema pengampunan pajak atau tax amnesty. Fokus yang diutamakan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) adalah mencari ekstensifikasi pajak karena selaman ini masih terdapat subyek pajak yang belum dikenai.

"Kita juga akan fokus pemeriksaan wajib pajak orang pribadi yang selama ini penerimaannya tergolong sangat kecil dengan potensi yang sebenarnya besar. Ini sudah kita lakukan mulai awal tahun," kata Bambang dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Rabu (29/6).

Selain itu, Kemenkeu juga akan berfokus untuk melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan modal asing (PMA) yang selama ini mengemplang pajak karena berdalih bahwa bisnis yang mereka jalankan terus menerus mengalami kerugian. Sebab alasan ini dianggap tidak lazim saat PMA tersebut rugi namun telah berdiri lama di Indonesia.

Di sisi belanja, pemerintah memang melakukan pemangkasan dari pemerintah pusat sebesar Rp 18,9 triliun, walaupun dana desa justru naik Rp 6,1 triliun. Pemangkasan pemerintah pusat ini lebih banyak dirasakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) sebesar Rp 7 triliun, serta Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pendidikan masing-masing Rp 5,6 triliun.

Meski ada pemotongan, Bambang menjelaskan bahwa pemangkasan anggaran ini‎ tidak akan menyentuh belanja pemerintah pusat untuk infrastruktur. Bahkan di Kemenpupera dan Kemenhub yang mempunyai belanja infrastruktur besar, pemerintah tidak memangkasnya. Pemotongan anggaran ini hanya dilakukan dari sisi dana sisa lelang.

"Jadi setiap kementerian yang melakukan pengadaan dengan baik akan ada sisa lelang antara harga pedoman dengan harga yang dimenangkan peserta lelang. Ini yang kita pangkas," ungkapnya.

Sedangkan untuk Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Polri masing-masing mengalami peningkatan sebesar Rp 9,3 triliun dan 6,3 triliun. Kenaikan ini dipicu karena pemerintah memberikan prioritas belanja mendesak karena isu terorisme dan narkoba. Hal ini membuat ada kenaikan anggaran di sisi keamanan, seperti Kemenhan, Polri, BNPT, BNN, dan BIN.

Melalui hasil pembahasan DPR dan pemerintah, telah disepakati penyesuaian indikator ekonomi makro dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen, inflasi 4,0 persen, nilai tukar rupiah Rp 13.500 per dolar AS, SPN 3 bulan rata-rata 5,5 persen. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) 40 dolar per barel, lifting minyak 820 ribu barel per hari, dan lifting gas 1.150 ribu barel setara minyak per hari.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement