REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan Firdaus Djaelani mengatakan keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit) melalui hasil referendum tidak terlalu berdampak pada pertumbuhan industri asuransi.
"Dari pengalaman kalau lihat angka-angkanya memang industri asuransi ini tidak begitu rentan terhadap krisis walaupun kita saat ini ada masalah Brexit," kata Firdaus di sela-sela acara "Investor Awards-Best Insurance 2016" di Jakarta, Rabu (29/6).
Namun, kata dia, pihaknya tetap memantau perkembangan industri asuransi walaupun pertumbuhan industri asuransi pada kuartal I 2016 naik dibandingkan kuartal I 2015. "Jadi, Insya Allah tidak terlalu berpengaruh terhadap industri asuransi karena ada pengalaman ketika krisis 1998 dan 2008, industri asuransi tetap tumbuh dibanding industi lain misalnya perbankan maupun multifinance yang memang lebih rentan," tuturnya.
Sebelumnya, OJK mencatat pada kuartal I 2016, aset industri perasuransian mencapai Rp 866,61 triliun atau naik 10 persen dibandingkan kuartal I 2015 sebesar Rp 787,56 triliun. Kemudian, pada kuartal I 2016, industri asuransi jiwa mencatat aset sebesar Rp 371,49 triliun, naik 10,24 persen dibandingkan kuartal I 2015 sebesar Rp 336,96 triliun.
Selain itu, pada kuartal I 2016, asuransi umum dan reasuransi mencapai Rp 138,37 triliun atau naik 12,72 persen dibandingkan periode yang sama pada 2015 sebesar Rp 122,75 triliun. Dalam referendum yang dilakukan pada Jumat (24/6) pagi waktu setempat, sebanyak 52 persen rakyat Inggris menginginkan untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit).
Hasil referendum itu akan membuat Inggris menarik diri dari keanggotaan UE setelah bergabung selama 43 tahun. Inggris menjadi negara pertama yang keluar dalam sejarah 60 tahun keberadaan kelompok Eropa tersebut.