Rabu 29 Jun 2016 19:36 WIB

Brexit Dinilai tak akan Berdampak pada Industri Asuransi RI

Red: Nur Aini
Nigel Farage (depan), pemimpin United Kingdom Independence Party (UKIP) merayakan kemenangan setelah hasil sementara referendum menunjukkan warga Inggris memilih keluar dari Uni Eropa, Jumat (24/6).
Foto: Toby Melville/Reuters
Nigel Farage (depan), pemimpin United Kingdom Independence Party (UKIP) merayakan kemenangan setelah hasil sementara referendum menunjukkan warga Inggris memilih keluar dari Uni Eropa, Jumat (24/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan Firdaus Djaelani mengatakan keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit) melalui hasil referendum tidak terlalu berdampak pada pertumbuhan industri asuransi.

"Dari pengalaman kalau lihat angka-angkanya memang industri asuransi ini tidak begitu rentan terhadap krisis walaupun kita saat ini ada masalah Brexit," kata Firdaus di sela-sela acara "Investor Awards-Best Insurance 2016" di Jakarta, Rabu (29/6).

Namun, kata dia, pihaknya tetap memantau perkembangan industri asuransi walaupun pertumbuhan industri asuransi pada kuartal I 2016 naik dibandingkan kuartal I 2015. "Jadi, Insya Allah tidak terlalu berpengaruh terhadap industri asuransi karena ada pengalaman ketika krisis 1998 dan 2008, industri asuransi tetap tumbuh dibanding industi lain misalnya perbankan maupun multifinance yang memang lebih rentan," tuturnya.

Sebelumnya, OJK mencatat pada kuartal I 2016, aset industri perasuransian mencapai Rp 866,61 triliun atau naik 10 persen dibandingkan kuartal I 2015 sebesar Rp 787,56 triliun. Kemudian, pada kuartal I 2016, industri asuransi jiwa mencatat aset sebesar Rp 371,49 triliun, naik 10,24 persen dibandingkan kuartal I 2015 sebesar Rp 336,96 triliun.

Selain itu, pada kuartal I 2016, asuransi umum dan reasuransi mencapai Rp 138,37 triliun atau naik 12,72 persen dibandingkan periode yang sama pada 2015 sebesar Rp 122,75 triliun. Dalam referendum yang dilakukan pada Jumat (24/6) pagi waktu setempat, sebanyak 52 persen rakyat Inggris menginginkan untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit).

Hasil referendum itu akan membuat Inggris menarik diri dari keanggotaan UE setelah bergabung selama 43 tahun. Inggris menjadi negara pertama yang keluar dalam sejarah 60 tahun keberadaan kelompok Eropa tersebut.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement