Kamis 30 Jun 2016 02:52 WIB

Ayah Militan ISIS Turut Jadi Korban Tewas Ledakan Bom Bandara Turki

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nur Aini
Ambulans dan Tim Medis mengevakuasi korban serangan bom bunuh diri di  bandara internasional Ataturk , Istanbul , Turki, (29/6).
Foto: REUTERS / Osman Orsal
Ambulans dan Tim Medis mengevakuasi korban serangan bom bunuh diri di bandara internasional Ataturk , Istanbul , Turki, (29/6).

REPUBLIKA.CO.ID,ISTANBUL-- Seorang dokter militer Tunisia berusaha menyelamatkan anaknya yang telah bergabung dengan kelompok militan ISIS di Suriah. Namun dokter tersebut tewas dalam ledakan bom bandara di Istanbul, Turki pada Selasa (28/6).

Tiga tersangka pelaku bom bunuh diri diduga adalah kelompok militan ISIS melepaskan tembakan dan meledakkan diri di bandara utama Istanbul Selasa malam. Sedikitnya 41 orang tewas dan 239 luka akibat serangan paling mematikan dalam serangkaian bom bunuh diri tahun ini di Turki.

Kementerian Pertahanan Tunisia menegaskan, Brigadir Jenderal Fathi Bayoudh, seorang dokter rumah sakit militer termasuk di antara mereka yang tewas. Sumber keamanan senior dan media lokal mengatakan, Bayoudh berada di Turki untuk mencoba meyakinkan anaknya meninggalkan ISIS.

"Bayoudh melakukan perjalanan ke Turki dalam upaya bertemu anaknya yang bergabung dengan Negara Islam di Suriah beberapa bulan lalu dengan pacarnya," kata sumber keamanan Tunisia dilansir the Guardian, Rabu (29/6).

Sumber itu mengatakan, anak tersebut kini telah ditahan oleh pasukan Turki di perbatasan dengan Suriah.

"Anak Bayoudh ini bepergian dengan pacarnya yang belajar dengan dia di fakultas kedokteran beberapa bulan lalu, mendorong ayahnya untuk membujuk dia kembali," kata sumber itu.

Tunisia telah menjadi model reformasi demokrasi di dunia Arab sejak pemebrontakan 2011 terhadap otokrat Zine El Abidine Ben Ali. Tetapi juga salah satu sumber terbesar militan asing untuk kelompok-kelompok ISIS.

Pejabat pemerintah memperkirakan lebih dari 3.500 orang Tunisia yang tersisa untuk memperjuangkan ISIS dan kelompok-kelompok lain di Suriah, Irak dan Libya. Beberapa di antara mereka berada di posisi komando. Banyak yang direkrut dari daerah miskin di negara Afrika Utara tersebut, tetapi mereka yang profesional dan lulusan perguruan tinggi direkrut secara daring oleh militan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement