Kamis 30 Jun 2016 17:18 WIB

Ini 7 Syarat agar Lembaga Sertifikasi Halal Luar Negeri Diakui MUI

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Andi Nur Aminah
Sertifikasi Halal.    (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Sertifikasi Halal. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produk halal impor yang hendak masuk ke Indonesia harus memiliki sertifikasi halal terlebih dulu dari negara asalnya. Setelah itu, barulah kehalalan produk tersebut diakui oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah mengatakan untuk mendapatkan pengakuan atau endorsement MUI, lembaga sertifikasi halal luar negeri harus memenuhi tujuh persyaratan. "Pertama, lembaga sertifikasi halal luar negeri yang melakukan proses sertifikasi halal dan audit halal untuk pangan, obat, dan kosmetik haruslah lembaga yang dibentuk oleh organisasi keislaman yang legal atau berbahan hukum," ujarnya kepada Republika.co.id, baru-baru ini.

Kedua, organisasi keislaman yang legal tersebut harus memiliki kantor permanen dan dikelola sebagaimana mestinya dengan dukungan sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi dan kredibilitas. Ketiga, organisasi keislaman tersebut harus memiliki dewan atau komisi fatwa yang berfungsi menetapkan fatwa halal serta tim ilmuwan yang memiliki keahlian melakukan audit halal.

Keempat, lembaga sertifikasi halal harus memiliki standard operating procedures (SOP). "Misalnya dengan memiliki ketentuan atau prosedur pendaftaran, administrasi, dan pemeriksaan atau audit halal ke pabrik, laporan audit, dan rapat komisi fatwa untuk penetapan fatwa," kata Ikhsan.

Kelima, semua berkas administrasi baik formulir-formulir pendaftaran, laporan, data tentang perusahaan dan file-file data lainnya yang dimiliki atau dikelola oleh organisasi keislaman tersebut harus ditata dengan sistem yang baik. "Hal ini bertujuan agar perusahaan-perusahaan yang telah disertifikasi halal mudah ditelusuri," ujarnya.

Keenam, lembaga sertifikasi halal tersebut harus memiliki jaringan kerja sama yang luas dan menjadi anggota World Halal Food Council (WHFC). Ketujuh, dapat menjalin kerja sama yang baik dengan MUI untuk melakukan audit maupun pengawasan atas produk-produk halal di Indonesia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement