Jumat 01 Jul 2016 19:14 WIB

Pengamat: Skema Network Sharing Pangkas Harga Layanan

 Seorang petugas melakukan pengecekan rutin perangkat menara BTS Telkomsel (ilustrasi).
Foto: Antara/Prasetyo Utomo
Seorang petugas melakukan pengecekan rutin perangkat menara BTS Telkomsel (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi telekomunikasi Bambang Widiantono mengatakan,

pemakaian jaringan bersama melalui skema network sharing (berbagai infrastruktur aktif) memiliki tujuan untuk memangkas harga layanan pada konsumen. Itu kemudian memungkinkan operator-operator bermitra untuk menggunakan jaringan secara bergantian.

"Pandangan keliru jika dikatakan bentuk kerja sama itu merugikan negara karena hal tersebut memberi keuntungan pada rakyat Indonesia dengan tarif murah. Skema network sharing memiliki tujuan akhir untuk memangkas harga layanan pada konsumen," katanya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (1/7).

Bambang menanggapi pendapat sebagaian pihak bahwa pemakaian jaringan secara bersama akan

merugikan negara sebab kerja sama "business to business" menghilangkan peran negara dalam penyewaan jaringan milik Tanah Air.

Menurut dia prioritas keuntungan yang berpedoman pada rakyat bahkan telah ditulis di Undang-Undang. Ada Pasal 33 di Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang menjamin kesejahteraan rakyat sebagai tujuan utama perekonomian bangsa sehingga industri yang bersikap efisien dengan mempertimbangkan keuntungan rakyat tidak bisa dituduh merugikan negara.

Terlebih, ada pemanfaatan maksimal dari jaringan sebagai fasilitas yang disewakan negara pada operator untuk melayani masyarakat. "Malah kalau nganggur tidak terpakai, itu yang justru jadi kerugian negara, karena tidak terpakai. Kerugian ekonomi," tegasnya.

Lebih jauh, ia juga menyoal iklim usaha di sektor telekomunikasi yang terlihat tidak sehat karena ada posisi dominan dan perusahaan monopoli yang saling terkait dalam permasalahan ini. Padahal, lazimnya perusahaan monopoli harus bisa memberikan ruang bagi pelaku usaha lain memanfaatkan back-bone yang dipakai.

Bambang menganalogikan hal tersebut sebagai jalan tol, tidak mungkin jalan yang sudah mengorbankan lahan luas untuk membangunnya, hanya boleh dimanfaatkan satu mobil. Semua seharusnya bisa memakai fasilitas tersebut sesuai aturan, dengan membayar harga sewa.

"Kita bicara Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, soal persaingan usaha di Pasal 17 itu jelas. Bahwa yang memiliki posisi monopoli harus memberi kesempatan pada yang lain untuk masuk di situ. Untuk itu, ia meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencermati hal tersebut," katanya.

Senada hal itu, Chairman Mastel Institute, Nonot Harsono, juga menilai skema network sharing dapat menciptakan efisiensi sehingga mengurangi impor perangkat base transceiver station (BTS). Tidak berdasar jika ada pandangan bahwa network sharing berpotensi mengurangi PNBP dari BHP frekuensi. "Kebijakan network sharing dengan sharing perangkat BTS akan sangat menghemat belanja BTS sehingga mengurangi impor," kata Nonot Harsono.

Nonot juga menyoroti betapa pentingnya kedaulatan nasional dalam hal penyediaan backbone nasional. Mastel tidak ingin jika penyedia jaringan bakcbone di Indonesia diserahkan ke pemain asing. Sayangnya, banyak pemangku kepentingan yang belum mengetahui betapa pentingnya Telkom sebagai penyedia backbone nasional.

Selain Telkom, pemain operator lain juga harus berperan untuk membangun jaringan akses. "Penataan jaringan nasional yang baik dan benar akan menempatkan BUMN Telkom sebagai jalan tol broadband nasional. Sementara puluhan pemain akses fokus membangun jaringan akses, yang bisa berupa ribuan BTS di ujung-ujung jaringan milik PT Telkom," lanjutnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement