REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Pejabat pemerintah Turki mengatakan tiga pelaku bom bunuh diri mematikan di Bandara Ataturk Turki berasal dari Rusia, Uzbekistan, dan Kyrgyzstan. Namun pejabat belum mengkonfirmasi rincian lebih lanjut dan menolak menyebutkan nama pelaku.
Seperti dilansir Aljazirah, pejabat tak memberikan rincian lebih lanjut selain mengkonfirmasikan kebangsaan para penyerang. Mereka juga menolak menyebutkan namanya karena rincian investigasi belum dirilis.
Pejabat seniot Turki berbicara dengan syarat anonim mengatakan penyerang berasal dari Rusia, dan negara Asia seperti Uzbekistan dan Kyrgystan. Kementerian Luar Negeri Kyrgystan membantah penyerang berasal dari negaranya.
Demikian pula dengan Rusia. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan ia tak memiliki informasi mengenai itu. Sedangkan Uzbekistan belum memberikan komentarnya terkait tuduhan tersebut.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan antara 5.000 dan 7.000 orang dari Rusia dan negara-negara lain bekas Uni Soviet telah bergabung dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Menurutnya banyak warga dari Chechnya dan provinsi lain di wilayah utara Kaukasus Rusia bergabung dengan ISIS.
Sejauh ini tim forensik telah berjuang untuk mengidentifikasikan pelaku pengeboman dari sisa-sisa mayat mereka yang ditemukan. Menurut kantor berita Turki, Anadolu, polisi juga telah menangkap 13 tersangka yang diduga terkait serangan bandara.
Polisi melakukan razia serentak di 16 alamat berbeda di Istanbul pada Selasa (28/6) malam. Polisi anti-terorisme yang dipimpin oleh perwira pasukan khusus melakukan razia di beberapa lingkungan termasuk Pendik, Basaksehir, dan Lustanbeyli. Mereka melaporkan bahwa tiga tersangka merupakan warga negara asing.
Pemerintah Turki dan para pejabat Amerika Serikat selama ini percaya Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), bertanggung jawab atas serangan di Bandara Ataturk. Sembilan tersangka diduga melakukan kontak dengan anggota ISIS di Suriah dan ditangkap di empat distrik di Izmir. Para tersangka yang ditangkap dituduh membiayai, merekrut dan memberikan dukungan logistik kepada kelompok garis keras.
Belum ada kelompok militan yang mengaku bertanggung jawab atas serangan. Namun ISIS selama ini telah berulang kali mengancam Turki dengan propaganda, dan anggota NATO menyalahkan ISIS atas sejumlah serangan bom di Ankara dan Istanbul dalam setahun terakhir.