REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji Khusus (HIMPUH) Baluki Ahmad HIMPUH menyayangkan Kemenag yang kerap melakukan perubahan aturan terkait penyelenggaraan haji khusus. Perubahan aturan ini menyebabkan ketidakpastian hukum.
Pada tahun ini, Baluki menyatakan, perubahan aturan terkait sisa kuota haji khusus dan proses batal-ganti calon jamaah haji yang batal berangkat. HIMPUH pun mengkhawatirkan perubahan aturan itu dapat berimbas seluruh sisa kuota semakin tidak terserap.
Menurut dia, setiap tahun, selalu ada jamaah haji yang membatalkan keberangkatan karena beberapa alasan. Tahun lalu, ada sekitar 500-an sisa kuota. Pada musim haji tahun ini, HIMPUH memperkirakan sisa kuota haji khusus mencapai 1000-an kursi.
Baluki menyebutkan laporan hingga Selasa (28/6), pembatalan keberangkatan haji khusus musim haji tahun ini hampir mencapai 500 orang. Tepatnya, mencapai 421 orang. "Bukan tidak mungkin hingga mendekati batas akhir pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah haji khusus Senin (4/7) mendatang, pembatalan bisa mencapai 1000-an orang," ujar Baluki saat berkunjung ke kantor Republika, baru-baru ini.
Perubahan aturan ini membuat PIHK tidak bisa menggunakan sisa kuota tersebut dan mengganti ke jamaah lain. PIHK juga keberatan ada sisa kuota yang ada diserahkan dengan sistem urut kacang. "Bila ada jamaah yang suami istri tidak bisa diprioritaskan," ujar Baluki.
Karena itu, Baluki menambahkan regulasi itu sangat merugikan calon jamaah haji. Khususnya bagi calon jamaah lain yang seharusnya bisa mengisi kuota yang tidak terisi sebelumnya.
Baluki juga menyayangkan alasan penerbitan Surat Keputusan Dirjen PHU itu. Yaitu, kekhawatiran bahwa PIHK tidak menggunakan sisa kuota itu semestinya.
Indonesia mendapatkan kuota jamaah haji sebanyak 168.800 orang. Dari jumlah tersebut, kuota jamaah yang berangkat melalui jalur reguler, yaitu 155.200 orang, dan sebanyak 13.600 orang melalui haji khusus.