REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Nasrullah berpendapat, sebaiknya PP Muhammadiyah harus dan perlu memperluas mobilitas dakwah virtual. Tujuannya agar lebih diterima masyarakat.
"Mengapa ustaz-ustaz artis bisa lebih diterima di masyarakat, karena mereka menggunakan media-media populer yang mudah dijangkau dan diterima masyarakat dari berbagai kalangan," kata Nasrullah saat menjadi pembicara pada kegiatan Tadarus Pemikiran Islam kerja sama UMM dan Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) di Auditorium UMM, Sabtu (2/7).
Tetapi, kata Nasrullah, kerja media yang dilakukan Muhammadiyah harus tetap difungsikan sebagai media verifikator atas isu-isu provokasi yang dihadapi persyarikatan. Nasrullah menyayangkan adanya sejumlah media yang mengatasnamakan Muhammadiyah dan cenderung provokatif.
"Media kita seharusnya tidak untuk memprovokasi, melainkan untuk mengklarifikasi. Inilah yang disebut jihad digital, karena yang kita hadapi itu kekuatan-kekuatan digital yang sangat luar biasa," kata Nasrullah yang juga Kepala Humas UMM ini.
Senada dengan Nasrullah, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Aisyiyah Dr Alimatul Qibtiyah mengatakan media dakwah Muhammadiyah saat ini masih terkesan kaku dan berat. "Kita ambil contoh Suara Muhammadiyah, bahasa dan konten-konten yang disajikan tidak begitu populis di kalangan masyarakat, bahkan di internal Muhammadiyah sendiri," kata dia.
Karena itu dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta itu menyarankan agar Muhammadiyah melakukan langkah-langkah strategis dalam memanfaatkan multimedia. Di antaranya menggunakan dakwah melalui multimedia yang dibuat lebih efektif dan menarik.
"Saran saya, Muhammadiyah perlu membuat tim dakwah multimedia yang kemudian diunggah di media sosial. Selanjutnya, harus bisa mengoptimalkan website resmi persyarikatan (muhammadiyah.or.id), baik updating maupun upgrading untuk kegiatan dakwah dan keorganisasian.
Sementara itu, Wakil Rektor I UMM Prof Dr Syamsul Arifin mengakui media sangat penting sebagai bagian dari instrumen dakwah. Namun ia lebih memberi titik tekan bahwa substansi dan konten dakwah juga perlu menjadi perhatian. Syamsul mengaku resah dengan gaya narsisme atau keakuan yang berkembang dalam dunia sosial media.
Terlebih jika narsisme itu merambah pada wilayah agama yang mestinya merupakan ruang privat, dan tidak seharusnya dikonsumsi publik. "Misalnya status yang menunjukkan bahwa ia sedang melakukan ibadah. Itu kan privat sekali," ujar Guru Besar Fakultas Agama Islam UMM tersebut.