Ahad 03 Jul 2016 15:23 WIB

DPR Ingin Pemeriksa Makanan Bisa Nangkap Orang

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Joko Sadewo
  Pihak BPOM memberikan keterangan kepada wartawan mengenai vaksin palsu di Kantor BPOM, Jakarta, Selasa (28/6).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Pihak BPOM memberikan keterangan kepada wartawan mengenai vaksin palsu di Kantor BPOM, Jakarta, Selasa (28/6).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan, Dede Yusuf mengusulkan penambahan kewenangan untuk Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Diusulkan mereka bisa melakukan penyelidikan dan penangkapan terhadap pelaku kejahatan obat dan makanan.

Dede mengatakan harus ada penanganan khusus untuk menuntaskan persoalan beredarnya vaksin palsu. Menurutnya, hal itu tak cukup hanya dengan ditindaknya para pelaku baik itu pembuat maupun distributor vaksin palsu.

“Memang harus ada satu sikap yang khusus, karena disinyalir para pelaku pemalsu obat ini punya ‘basing’ yang kuat, ketika ditangkap mereka bisa lebih jago lagi, modelnya kayak narkoba aja, keluar jadi jago, sehingga akhirnya terus berjalan proses pemalsuan ini,” ujar Dede saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (3/7).

Ia mengatakan, perlu sejumlah langkah di antaranya memperkuat aturan terkait pengawasan dan peredaran vaksin. Hal ini karena jalur distribusi vaksin tidak dijual bebas seperti obat-obat lainnya atau hanya bisa melalui tenaga kesehatan.

Keadaan itu menurutnya justru membuat pengawasan terhadap vaksin yang beredar tidak bisa terpantau. “Karena dari fasilitas kesehatan ke kesehatan jadi malah tidak bisa dipantau, aturannya juga harus ada yg diubah, itu Kemenkes juga,” kata dia.

Anggota DPR dari Fraksi Demokrat ini menuturkan, maka itu juga perlu penguatan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Selama ini lembaga satu-satunya pengawasan obat dan makanan itu, kewenangannya hanya dapat melakukan pengawasan dan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan.

Sementara, BPOM tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan, penangkapan, sanksi dan sejenisnya jika dalam pengawasannya menemukan pelanggaran. Sedangkan urusan pidana tetap ada di kepolisian.

“Selama ini BPOM sering menemukan obat palsu banyak beredar, tapi tidak bisa melakukan penangkapan, kita pengen BPOM bisa kayak BNN bisa nangkep, memberikan tuntutan yang setimpal, kalau nggak gitu, efek jeranya nggak terjadi di para pelaku,” ujarnya.

Adapun penyidikan terhadap vaksin palsu ini juga terus dilakukan Bareskrim Polri, dimana total sudah ada 18 tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini. Terakhir yakni tersangka berinisial R yang ditangkap pada Kamis (30/6) lalu, yang merupakan distributor resmi sebuah produk obat dan diduga juga mengedarkan vaksin palsu.

Penangkapan terhadap R ini merupakan hasil pra-rekontruksi Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri di tempat praktik seorang bidan bernama Manogu Elly Novita alias bidan Elly di kawasan Ciracas, Jakarta Timur pada Kamis (30/6

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement