REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM) segera mengumumkan kandungan yang terdapat dalam vaksin palsu. Sebab peredaran vaksin palsu tersebut telah meresahkan masyarakat.
Dengan menjelaskan isi kandungan vaksin palsu itu, diharapkan dapat mengurangi keresahan masyarakat. Apalagi, uji laboratorium vaksin palsu itu telah selesai dilakukan oleh BPOM.
"Menurut laporan BPOM kepada Komisi IX DPR pada 30 Juni lalu, mereka telah selesai melakukan uji laboratorium. Hanya saja, hasilnya belum bisa dipublikasikan. Alasannya, hasil uji lab tersebut adalah bagian dari barang bukti yang dimiliki oleh Bareskrim Polri," ujar anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay, Senin (4/7).
Komisi IX sendiri sampai saat ini belum mengetahui secara pasti kandungan vaksin palsu tersebut. Politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut mengatakan meskipun BPOM telah menyebutkan 37 sarana pelayanan kesehatan yang diduga menggunakan vaksin palsu dan memperolehnya dari sumber pengadaan tidak resmi.
"Menurut keterangan BPOM, ke-37 sarana pelayanan kesehatan itu tersebar di sembilan provinsi di Indonesia," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, masyarakat Indonesia dibuat gempar dengan temuan vaksin palsu yang beredar di 28 sarana kesehatan di tanah air. Fakta ini terungkap setelah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri membekuk Rita Agustina dan Hidayat Taufiqurahman pada Selasa (21/6) lalu.
Pasangan suami istri ini ditangkap di kediaman mereka di perumahan Kemang Pratama Regency, Bekasi. Dari penangkapan itu, polisi menyita barang bukti berupa 36 dus atau sekitar 800-an ampul vaksin palsu. Hasil penyidikan mengungkapkan peredaran vaksin palsu ini telah menjalar ke berbagai daerah di Indonesia.
Vaksin palsu yang diungkap Bareskrim Polri berawal dari laporan masyarakat dan pemberitaan media massa tentang bayi yang meninggal dunia setelah diimunisasi. Praktik pembuatan vaksin palsu itu disebut-sebut telah berlangsung selama 13 tahun.