REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Keamanan Nasional (Puskamnas) Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Ali Asghar berpendapat, teror bom bunuh diri di Markas Polresta Surakarta tidak berhubungan langsung dengan ledakan di tiga kota Arab Saudi.
"Namun, tetap teror di Arab Saudi memberikan motivasi membuka ruang bagi kelompok-kelompok tertentu di Indonesia untuk melakukan aksi teror," kata Ali dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (7/7).
Ia mengatakan perkembangan kelompok teroris saat ini cenderung membangun aliansi jejaring kontak tidak secara langsung, dan inilah yang membedakan dengan gerakan teroris sebelumnya. "Kelompok teroris saat ini membangun komunikasi dan jejaring melalui media sosial atau teknologi lainnya. Ini yang kemudian melahirkan simpatisan ISIS di Indonesia. Mereka siap melakukan aksi teror dengan skala kecil seperti yang terjadi di Solo," ucap Ali.
Ia menambahkan bahwa teror di tempat suci Masjid Nabawi menujukkan aksi teror yang tidak dilandasi oleh agama. "Bagaimana mungkin tempat suci agama Islam justru menjadi serangan teror oleh orang yang mengaku sebagai Islam," ujarnya.
Di Solo, Jateng, seorang teroris bersepeda motor memaksa masuk ke Markas Polresta Solo sehingga dikejar anggota provos pada Selasa (5/7) sekitar pukul 07.30 WIB. Saat dikejar, tepat di depan Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) terjadi ledakan yang berasal dari badan pengendara sepeda motor hingga menyebabkan pelaku tewas di tempat, sedangkan anggota provos terluka. Sementara itu di tiga kota di Arab Saudi pada Senin (4/7) waktu setempat terjadi pula teror bom.