REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di dunia Islam ada tiga tempat yang paling dianggap penting yakni Makkah, Madinah, dan Al Aqsa. Apabila salah satunya tersentuh tindak terorisme bisa menimbulkan kontraksi cukup kuat.
"Pilihan aksi di di halaman parkir Masjid Nabawi adalah pilihan aksi luar biasa dengan target politik yang serius, dan menurut saya ini bukan asal aksi," kata pengamat terorisme dari The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya, baru-baru ini.
Harits enggan mendahului hasil investigasi pihak Pemerintah Saudi. Namun saat ini arus opini terkonstruksi sedemikian rupa tersangka merupakan elemen ISIS. Menurut Harits, kemungkinan pelaku mengarah ke pihak lain masih memungkinkan. "Bisa juga kelompok syiah, operasi intelijen dari pihak negara Barat, Zionis Israel dengan masin-masing target mengikuti roadmap yang sudah mereka disiapkan," ujarnya
Ia menilai, publik perlu membaca posisi dan sikap negara Saudi dalam konstelasi konflik Timur Tengah, termasuk di Yaman. Begitupula hubungan Saudi dengan negara Barat dalam percaturan konflik.
Harits pun mencoba menerka atau mengkalkulasi mengapa Saudi dan tempat strategis seperti Masjid Nabawi dan sekitarnya menjadi target aksi bom bunuh diri.
Baca juga, Bom Teror Tiga Kota di Arab Saudi: Madinah, Qatif dan Jedah.
Menurut dia, jika tersangkanya adalah ISIS, maka ini pilihan berani dan nekat. Pasalnya tindakan tersebut kontraproduktif bagi mereka. Masyarakat dunia pun Islam tidak akan bisa menerimanya.
"Dukungan masyarakat yang diharapkan ISIS akan rapuh dan tereduksi jika betul mereka yang melakukannya. Makin mengkristalkan posisi ISIS berhadapan dengan dunia Islam," kata dia.
ISIS sangat populer di dunia. Mereka tidak lagi membutuhkan popularitas atas aksinya di Komplek Masjid Nabawi. Harits menilai aksi di Madinah justru hanya akan membuat sikap pemerintah Saudi lebih diktator menyumbat semua energi warganya yang sebagian mengalir ke ISIS.