REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, kecewa dengan penanganan kemacetan parah yang terjadi saat arus mudik di Brebes. Apalagi, akibat kemacetan tersebut menyebabkan 12 orang meninggal dunia.
Menurutnya, setiap kehilangan satu nyawa harusnya pemerintah menganggap sebagai persoalan serius, tidak boleh dianggap persoalan biasa. Fahri mengatakan, konsepsi negara beradab, satu atau sepuluh nyawa nilainya sama, apalagi ada puluhan nyawa hilang.
Ia menyatakan, fenomena kemacetan setiap tahun adalah sesuatu yang berulang, yang sebetulnya pasti bisa diatasi dan diantisipasi. Kalau pemerintah melakukan hal yang sama setiap tahun tapi mengharapkan hasil beda, ia menggap itu kegilaan pemerintah yang terlihat tidak tahu jalan keluar.
''Dunia sudah maju dalam teknologi, ada Waze setiap saat bisa melihat kemacetan, pemerintah bisa melacak dengan teknologi dan menghitung semuanya yang ada,'' kata Fahri, Kamis (7/7).
Sehingga, lanjut dia, pemudik tidak berkumpul disatu titik pada saat yang sama. Semestinya kemacetan bisa diantisipasi dari awal. Pemerintah bisa menghitung jumlah kendaraan dan jumlah ruang jalan dengan variabel-variabel lainnya, sehingga ada solusi.
Fahri menyatakan, sekarang orang-orang stres dan banyak korban. Kalau sudah ada kedarutan seperti ini, harusnya ada jalan darurat. Seharusnya jalan darurat ada untuk mengevaluasi, toilet, makanan, air bersih dan kebutuhan lainnya.
''Ini enggak ada tanggap darurat, orang dibiarin numplek dengan berbagai masalahnya. Jadi kesimpulannya, pemerintahan Jokowi-JK harusnya tahun ini menterinya sudah mundur semua, kala tahun depan masih berulang yah saya tidak tahu harus bilang apalagi bisa melacak,'' ucap Fahri.
Fahri mengaku harus bicara keras karena ini masalah nyawa warga negara. Itu belum dihitung kerugian seperti BBM dan segala kemubaziran lainnya.