REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puluhan penjual kerak telor tampak berjejer berjualan di pinggir-pinggir jalan area luar Pekan Raya Jakarta (PRJ), Kemayoran, Jakarta Utara. Namun, di antara sekian banyak penjual makanan khas Betawi tersebut, tidak sedikit penjual kerak telor yang berasal dari Garut, Jawa Barat.
Salah satu penjual kerak telor asal Garut, Muhammad (60) saat ditemui Republika baru saja balik dari kampung halamannya. Padahal, ia baru saja mudik dari Jakarta pada Senin (4/7) kemarin.
Muhammad harus kembali ke Jakarta untuk membiayai sekolah anak bungsunya yang baru mengenyam bangku kuliah. "Kemarin Senin baru pulang. Tadi pagi sampai ke Jakarta. Jam 12 langsung buka lagi. Ya untuk biayai sekolah anak, " katanya saat berbincang di Jalan Benyamin Sueb, Kemayoran, Jakarta Utara, Kamis (7/7).
Di pinggir jalan tersebut, ternyata bukan hanya Muhammad saja yang berasal dari Garut. Setidaknya, ada sekitar empat penjual kerak telor asal Garut yang sedang berjualan siang itu. Muhammad menyebutkan satu per satu nama-nama penjual kerak telor dari kampung halamannya tersebut.
"Banyak dari Garut. Itu dari Garut juga si Udin, itu Cucu tetangga saya. Dan itu paman saya, namanya Obar," kata penjual kerak telor yang sudah berjualan sejak tahun 2010 tersebut.
Menurut Muhammad, ada sekitar 30 penjual kerak telor asal dari Garut dan berjualan yang berjualan di daerah tersebut. Kata dia, mereka belajar membuat kerak telor dari orang Betawi yang menjadi bosnya.
"Kalau bosnya jualan di dalam PRJ," ucapnya.
Tetangga Muhammad di kampungnya, Cucu (33 tahun) yang tak jauh dari tempat jualan Muhammad juga mengatakan hal senada. Cucu mengaku tak dapat berlama-lama berada di kampungnya, karena harus membiayai anak dan istrinya.
"Iya pulang sebentar, ini baru balik bareng pak Muhammad. Kemarin mau lebaran dulu, sunnah dulu di kampung. Sunnah itu harus pulang kampung kalau orang Islam," ucap Cucu dengan dialek khas sundanya.
Cucu mengatakan, ia tidak setiap bulan berjualan kerak telor di tempat tersebut. Pria yang kesehariannya bertani di kampung tersebut hanya berjualan ke Jakarta ketika ada acara-acara besar saja.
"Saya di kampung jadi petani. Kalau ke sini kan setahun sekali, musiman kalau ada PRJ doang atau kalau ada acara di Bogor atau Bekasi. Tapi, utamanya di sini karena makanan khas Betawi," jelasnya.