REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Polres Mataram, Nusa Tenggara Barat memperketat penjagaan pascateror bom bunuh diri di Mapolresta Solo, Jawa Tengah. Setiap hari sebanyak 15 anggota polisi berpakaian preman dikerahkan untuk mengantisipasi ancaman teror.
"Satu posko minimal kami menempatkan tiga personel berpakaian preman untuk mengantisipasi berbagai gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat termasuk ancaman bom bunuh diri," kata Kapolres Mataram AKBP Heri Prihanto di Mataram, Kamis (7/7).
Kapolres Mataram yang ditemui di sela mengunjungi Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh dalam kegiatan "open house" mengatakan, sejak kasus bom bunuh diri di Mapolresta Surakarta, Solo, Jawa Tengah, pihaknya menetapkan status siaga.
Meskipun, dari hasil pantauan sejauh ini kondisi keamanan di Kota Mataram khususnya masih aman terkendali, namun status siaga ini untuk membuktikan dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Dikatakan dia, 15 personel yang ditempatkan pada lima posko pengamanan terpadu Lebaran 2016 tersebar pada beberapa titik rawan di kota ini.
"Bahkan, personel yang kami tempatkan sudah kami persenjatai," ujarnya.
Selain menempatkan personelnya pada posko terpadu, pihaknya juga menyiagakan 10 orang petugas untuk melaksanakan patroli sesuai dengan daerah radius pengamanan. Termasuk pengamanan rumah-rumah yang ditinggal mudik, baik yang melapor atau tidak, personel Polres Mataram tetap melakukan patroli.
"Dengan adanya upaya-upaya tersebut, harapan kami kondisi keamanan di Kota Mataram bisa terkendali secara maksimal termasuk pada puncak perayaan 'Lebaran Topat' (ketupat) yang dilaksanakan seminggu setelah Idul Fitri," katanya.
Sejauh ini, lanjutnya, berdasarkan hasil pantauan dan laporan belum ada laporan kejadian gangguan ketertiban masyarakat secara signifikan.
"Akan tetapi, kita harus tetap waspada sebab kejahatan dan kerawanan kamtibmas bisa terjadi kapanpun dan dimana saja," ujarnya.