REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar bakal membahas soal rencana mengusung Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 2019 mendatang. Bahasan itu menjadi salah satu agenda Rapimnas yang akan digelar pada akhir Juli mendatang.
Namun, pengamat politik Universitas Nasional, Mohammad Hailuki, menilai, keputusan Rapimnas Partai Golkar itu akan menunggu hasil perombakan kabinet yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo.
Hal ini terkait dengan adanya deal-deal politik yang dilakukan Partai Golkar dengan Presiden Joko Widodo, terutama terkait jatah menteri untuk Partai Golkar.
''Jika ternyata kursi menteri Golkar tidak bertambah, mungkin ada konsesi lain yang diberikan kepada Golkar atau elitenya, dalam hal ini Setya Novanto ataupun Aburizal Bakrie,'' ujar Hailuki kala dihubungi Republika.co.id, Rabu (13/7).
Hailuki menilai, memang sudah ada deal-deal politik yang terjadi antara Presiden Jokowi dengan Partai Golkar pada gelaran Munaslub, beberapa waktu lalu. Deal-deal politik itu pun berujung pada keluarnya Partai Golkar dari KMP dan memberikan dukungan kepada pemerintah.
Baca juga, Kemenangan Setya Novanto Disebut Sebagai Kebangkitan Partai Golkar.
Rencana pemberian dukungan terhadap Jokowi pada Pilpres 2019 mendatang, lanjut Hailuki, merupakan upaya Partai Golkar untuk menagih secara halus jatah menteri untuk Partai Golkar.
''Selalu ada win-win yang hendak dicapai dari sebuah negosiasi politik. Tidak mungkin dukungan diberitakan tanpa ada komitmen politik apapun,'' kata Hailuki, yang juga menjabat sebagai peneliti di Centre for Indonesia Political and Social Studies (CIPSS) tersebut.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham, sempat menyatakan, Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, Aburizal Bakrie, sudah menyetujui rencana Partai Golkar untuk mengusung Jokowi pada Pilpres 2019. Dukungan ini pun akan diformalkan lewat keputusan Rapimnas.