REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar dan PAN diprediksi akan mendapatkan jatah kursi dari Presiden Jokowi. Prediksi itu kian menguat lantaran kabar reshuffle Kabinet Kerja kian bergaung.
Yang menjadi sorotan dari reshuffle kali ini adalah menteri-menteri di bidang ekonomi yang kebetulan semuanya dari nonpartai politik. Kinerja mereka dianggap paling lemah dan terbukti ekonomi nasional stagnan. Pengamat komunikasi politik Heri Budianto mengatakan, kinerja kabinet pemerintahan Joko Widodo akan tetap solid jika reshuffle dilakukan terhadap menteri dari non-partai politik.
Menurut dia, jika Golkar dan PAN akan mendapatkan jatah menteri, maka kursi menteri non-parpol yang seharusnya digeser sehingga kinerja pemerintahan akan tetap solid. "Kalau Golkar mau ngincar jatah parpol, benturannya akan keras, apalagi Golkar tidak mendukung Jokowi saat Pilpres dan datang belakangan. Sebetulnya dia aman ambil posisi nonparpol," kata Heri, kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (13/7).
Heri yang juga pendiri Polcomm Institute ini menambahkan, ada 20 kursi menteri non-parpol yang posisinya strategis. Bahkan, komposisi kabinet saat ini masih didominasi dari kalangan non-parpol.
Sebab menteri dari parpol hanya berjumlah 14 menteri, padahal dukungan dan fungsi parpol dalam memperkuat pemerintahan sangat besar dan strategis. "Parpol ini yang keringetan dan punya kursi di DPR. Kalau ngambil porsi menteri non-parpol, tidak ada risiko politiknya," kata dia menjelaskan.
Saat ini menteri dari parpol hanya diberi posisi tidak strategis, tapi terus diganggu dan dirusak. Karena itulah, jika presiden ingin melakukan reshuffle kabinet dengan memasukkan PAN dan Golkar, maka yang seharusnya diambil adalah posisi menteri non-parpol dan posisinya juga strategis.
"Jadi sangat realistis ambil jatah non-parpol. Di samping tidak ada benturan politiknya, komposisi sekarang tidak berimbang. Nonparpol 20 menteri, dari parpol hanya 14 menteri," ucap dia.
Ia mengatakan, menteri-menteri di bidang ekonomi terbukti tidak mampu mengeksekusi arahan presiden untuk meningkatkan ekonomi nasional. Ia mencontohkan soal harga daging, meskipun Presiden Jokowi sudah memerintahkan agar harga daging di angka Rp 80 ribu, menteri terkait tidak mampu memberi solusi.
Diilihat dari sisi kinerja, lanjut dia, terbukti menteri-menteri non-parpol terutama yang di bidang ekonomi melempem. Faktanya, ekonomi Indonesia menurun dan daya beli masyarakat turun, harga komoditas hancur, ekspor lemah, impor nambah, harga-harga bahan pokok naik terus.
"Penanganan mudik kacau balau, pangan remuk, pajak tidak memenuhi target, sehingga harus ada kebijakan tax amnesty," ujar dia menegaskan.
Ia juga menyebut 12 paket kebijakan ekonomi yang digalakkan pemerintah tidak jalan, lantaran para menteri dari non-parpol tidak bisa menerjemahkan dengan implementasi kongkrit arahan presiden. Masih banyak contoh lain yang menunjukkan kinerja menteri non-parpol tidak bisa diandalkan.
"Yang strategis-strategis itu non-parpol, meski kita tahu di belakangnya ada cukongnya, ada afiliasi ke parpol tertentu, dan hanya untuk kepentingan pribadinya dan kepentingan kelompoknya," lanjutnya.
Karena itu, Heri menilai reshuffle kali ini perlu merombak menteri ekonomi yang sudah terbukti gagal mengimplementasikan nawacita Presiden Jokowi.