Senin 18 Jul 2016 14:34 WIB

Menhan Sebut Operasi Militer di Bawah Komando Filipina

Red: Nur Aini
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menjelaskan jika pemerintah Filipina menyetujui pelaksanaan operasi militer Indonesia untuk membebaskan sandera WNI di Kepulauan Sulu, maka operasi tersebut akan dipimpin oleh angkatan bersenjata Filipina.

"Kalau kita mengejar orang di negara lain, maka negara itu yang jadi pimpinannya. Kita harus mengikuti komando mereka, dalam hal ini Filipina," ujar Menhan dalam acara silaturahim dengan wartawan media massa di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (18/7).

Sebagai purnawirawan TNI AD yang telah bergelut dalam dunia kemiliteran sejak 1974, Ryamizard mengatakan bahwa operasi militer bersama adalah hal yang lumrah dilakukan sehingga seharusnya tidak menjadi masalah. "Saya pernah (ikut) sembilan kali operasi militer, di Malaysia, Timor Timur, Kalimantan. Jadi soal operasi militer saya sudah nglothok," katanya mengutip ungkapan berbahasa Jawa yang kurang lebih berarti "berpengalaman".

Namun, dalam kaitannya dengan Filipina, Indonesia harus menghormati konstitusi negara tersebut yang melarang keterlibatan militer asing di dalam teritorialnya. Menhan juga menjelaskan bahwa operasi militer sangat berisiko, meskipun dilakukan oleh prajurit berpengalaman. Terlebih lagi, saat ini 10 ribu pasukan Filipina telah dikerahkan untuk menumpas gerakan separatis Abu Sayyaf di Kepulauan Sulu, selatan Filipina, sehingga dikhawatirkan intervensi militer asing justru mengacaukan situasi di lapangan. "Perang itu gampang, menyelamatkan orang yang sulit," ujarnya.

Untuk itu, pihaknya akan bertemu dengan menteri pertahanan Filipina dan Malaysia di Kuala Lumpur, Kamis (21/7), guna membahas pelaksanaan operasi militer serta kerja sama keamanan trilateral, khususnya untuk jalur perdagangan laut. Seperti diketahui, peristiwa penculikan dan penyanderaan oleh kelompok separatis Filipina, Abu Sayyaf, telah empat kali menimpa WNI yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) penangkap ikan maupun pengekspor batu bara.

Untuk mengamankan jalur perdagangan, Indonesia berinisiatif menetapkan tiga alur laut dengan penempatan personel TNI bersenjata dalam setiap kapal, terutama kapal tunda dan tongkang pengangkut batu bara. Sedangkan untuk pengamanan darat, Indonesia mengajak militer Filipina dan Malaysia untuk melakukan latihan dan patroli bersama. "Di darat kita akan latihan bersama dulu, pemerintah (Filipina) sih setuju, kalau Malaysia belum tahu," ujar Menhan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement