REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Penanganan vaksin palsu dinilai memerlukan manajemen krisis. Dengan adanya menajemen krisis, maka semua kebijakan, tindakan, penyataan, dan program penanganan vaksin palsu termasuk penyampaian informasi kepada publik dapat direncanakan dengan baik dan diantisipasi risikonya.
"Kalau ada prakondisi, kericuhan di beberapa rumah sakit tidak akan terjadi,” ujar Wakil Ketua DPD RI Fahira Idris saat kunjungan kerja ke Padang, Sumatra Barat, Selasa (19/7).
Fahira mengatakan jangan sampai persoalan vaksin palsu tersebut malah melahirkan persoalan-persoalan baru. Fahira mendapat informasi, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melaporkan orang tua anak korban vaksin palsu yang diduga melakukan pemukulan kepada dokter.
"Inilah kalau tidak ada menajemen krisis, masalah semakin runyam dan melahirkan persoalan-persoalan baru,” kata senator Jakarta ini.
Menurut Fahira, kekecewaan orang tua yang anaknya diduga diberi vaksin palsu semakin bertambah saat rumah sakit yang namanya diumumkan juga tidak mempunyai manejemen krisis dan tidak siap menghadapi tuntutan para orang tua.
Tuntutan utama para orang tua adalah keterbukaaan informasi pasien yakni dengan menerbitkan daftar pasien selama periode 2003 hingga 2016 yang mendapatkan vaksinasi di rumah sakit tersebut. Pihak rumah sakit pun tidak siap. Ini yang membuat para orang tua marah. Dia mengatakan jika kemarin ada prakondisi, pasti tidak akan serunyam sekarang. Pemerintah harus paham, semua orang tua pasti panik kalau tahu anaknya diberi vaksin palsu.
"Makanya harus ada manejemen krisis, bila perlu buat krisis center, bukan bermaksud membuat masyarakat menjadi panik, tetapi sebagai pusat pelayanan dan informasi agar masyarakat tenang,” kata Fahira.