REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Djuwita F Moeloek mengatakan, para tenaga kesehatan tersangka kasus vaksin palsu dapat dicabut izin praktiknya jika terbukti melakukan pelanggaran berat. Sementara itu, pencabutan izin operasional rumah sakit swasta yang terlibat kasus vaksin palsu masih menanti keputusan peradilan.
"Pemberian sanksi dilihat dari perbuatan masing-masing tersangka. Jika tenaga kesehatan terbukti tahu ada vaksin palsu, memesan, lalu memakaikan vaksin tersebut kepada anak, dipastikan hukumannya berat. Izin praktiknya bisa dicabut," kata Nila saat konferensi pers di Kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Selasa (19/7).
Pihaknya kembali menekankan mekanisme pemberian sanksi harus dilihat dari masing-masing tingkat kesalahan. Selanjutnya, sanksi diberikan jika yang bersangkutan telah melalui proses hukum.
Menurut Nila, jika rumah sakit (RS) hanya terbukti melakukan kesalahan administrasi, maka sanksi yang diberikan hanya bersifat administratif. Untuk produsen vaksin palsu, dapat dikenai sanksi berat karena terindikasi melakukan tindakan yang disengaja.
"Untuk distributor pun sama, karena dia sudah tahu vaksin apa yang diberikan," kata Nila.
Terpisah, Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia, Susy Susilawati mengatakan, pihaknya tidak dapat melakukan pencabutan izin terhadap RS swasta yang terbukti secara manajemen terlibat dalam peredaran vaksin palsu. Pihaknya menyatakan menyerahkan status RS swasta kepada pembuat regulasi (pemerintah).
"Kita menanti proses dari Bareskrim Polri dan juga keputusan peradilan," kata Susy.