Selasa 19 Jul 2016 18:23 WIB

Uni Eropa takkan Berikan Bebas Visa Bagi Warga Turki Tahun Ini

Bendera Uni Eropa.
Foto: EPA/Patrick Seeger
Bendera Uni Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Komisaris Eropa Guenther Oettinger mengatakan bahwa dia tidak merasa Uni Eropa akan memberikan bebas visa kepada warga Turki pada tahun ini, seperti yang disepakati dalam kesepakatan migrasi, karena penindakan keras Ankara setelah kegagalan kudeta.

Uni Eropa memberlakukan sebuah kesepakatan kontroversial dengan Turki pada Maret yang bertujuan untuk menangkal arus migrasi ilegal ke Eropa dengan imbalan finansial dan politik untuk Ankara.

Hampir 20 ribu orang anggota kepolisian, dinas sipil, pengadilan dan tentara ditahan atau diberhentikan sejak kudeta yang gagal Jumat malam lalu, dimana lebih dari 200 orang tewas saat sebuah faksi angkatan bersenjata mencoba untuk merebut kekuasaan.

"Rancangan ketentuan (pencabutan wajib visa bagi warga Turki) itu sedang diperdebatkan dalam Parlemen Eropa saat ini." Oettinger, komisaris ekonomi dan masyarakat digital mengatakan hal itu kepada sejumlah surat kabar Jerman dalam sebuah wawancara yang diterbitkan apda Selasa (19/7).

"Namun saya memperkirakan bahwa kami tidak akan memiliki regulasi terkait kunjungan bebas visa sebelum akhir tahun ini," ujar Oettinger, yang merupakan rekan Kanselir Jerman Angela Merkel, yang merupakan pendorong kesepakatan migrasi dengan Turki.

Presiden Turki, Tayyip Erdogan, harus memperhatikan kekhawatiran Uni Eropa terkait prinsip ketentuan hukum, kata dia, dan menambahkan "dan itu bukanlah apa yang terlihat pada saat ini".

Oettinger mengkritik keputusan terbaru Ankara untuk mencabut kekebalan para anggota parlemen dari pengadilan, sebuah perubahan konstitusional yang diperkirakan untuk menyingkirkan sebuah partai oposisi pro-Kurdi dari susunan parlemen.

Dia juga mengkritik pemerintah Turki karena menutup sejumlah surat kabar oposisi dan mengancam para jurnalis yang kritis terhadap kesepakatan pemerintah.

"Tidak bisa para hakim yang tidak disenangi pemerintah akan disingkirkan. Posisi pengadilan yang netral merupakan sebuah aset yang besar," Oettinger mengatakan.

Tindakan keras luas pasca-kudeta dan seruan utnuk memberlakukan kembali hukuman mati bagi mereka yang berada di balik kejadian itu memicu kekhawatiran dari para sekutu Baratnya yang mengatakan bahwa Ankara harus menjunjung tinggi ketentuan hukum di negara itu.

"Hukuman mari itu tidak dapat ditoleransi dengan ketentuan nilai dan perjanjian kami. Tidak ada negara yang dapat menjadi sebuah negara anggota Uni Eropa jika mereka memberlakukan hukuman mati," ujar Oettinger.

Erdogan telah mengatakan bahwa tidak akan ada tenggat waktu dalam pemberlakuan hukuman setelah percobaan kudeta yang gagal, menambahkan bahwa pihak pemerintah akan membicarakannya dengan pihak oposisi.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement