REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Atase militer Turki di Kuwait tertinggal pesawat menuju ke Jerman pada Senin (18/7). Atase itu bukan terlambat sampai ke Bandara Internasional King Fahd di Arab Saudi, tetapi karena Pemerintah Saudi menyetujui permintaan Ankara untuk menangkapnya. Atase itu memang belum diekstradisi ke Turki, tetapi Saudi kemungkinan akan menyetujui permintaan Pemerintah Turki tersebut.
Ketika kudeta militer di Turki gagal pada Sabtu (16/7) dini hari WIB, Raja Arab Saudi Salman yang sedang berlibur di Maroko langsung mengucapkan selamat kepada Presiden Recep Tayyip Erdogan. Hal itu berkebalikan dengan Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi yang tak menghubungi Erdogan. (Baca: Kudeta Militer di Turki, Masyarakat Indonesia yang Ribut)
Bahkan, Sissi memerintahkan duta besar Mesir di PBB untuk menggagalkan resolusi Dewan Keamanan yang mengecam kudeta militer terhadap Pemerintah Turki yang sah, yang dipilih secara demokratis. Dubes Mesir menentang resolusi itu karena menganggap Dewan Keamanan PBB tidak berwenang untuk memutuskan pemerintah mana yang terpilih secara demokratis.
Pemerintah Turki seketika merespons upaya Mesir yang menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Erdogan, dalam penampilan publik pertamanya setelah kudeta, melambaikan tangannya dengan empat jari terentang dan ibu jari dilipat, sebuah tanda yang digunakan oleh pendukung Ikhwanul Muslimin (IM) Mesir.
Pesan simbol bernada sindirian itu ditujukan kepada aktivis IM yang pemerintahannya digulingkan Sisi. Dampaknya, presiden Mesir M Mursi yang terpilih secara demokratis kini ditahan militer.