Rabu 20 Jul 2016 16:21 WIB

Terdakwa Dihadirkan dalam Sidang Penculikan Dokter Rica

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Bilal Ramadhan
Dokter Rica Trihandayani (kanan) bersama suami dan anaknya.
Foto: Path
Dokter Rica Trihandayani (kanan) bersama suami dan anaknya.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sidang kasus penculikan dr. Rica Tri Handayani masih berlanjut hingga saat ini. Kelanjutan agenda sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua R Dwi Ana Handayani menghadirkan terdakwa Sigit Wibowo, saksi dr. Rica, dan sejumlah barang bukti.

Adapun barang bukti yang ditampilkan berupa satu unit telepon genggam merk Nokia berwarna oranye milik dr. Rica, satu unit laptop Asus dan charger milik tersangka Eko yang digunakan untuk mengetik surat oleh dr. Rica, satu unit hardisk milik Eko, satu flashdisk warna putih, uang tunai senilai Rp 23 juta, serta selembar surat dari dr. Rica mengenai keberadaannya di Mempawah, Kalimantan Barat.

Sigit sendiri mengakui mengetahui asal-muasal barang-barang tersebut, kecuali uang tunai Rp 23 juta. Sementara itu, dalam kesaksiannya, dr. Rica mengaku tidak pernah mengenal Sigit sebelum keberangkatannya ke Mempawah.

Ia baru mengenal Sigit saat di Base Camp Gafatar sebagai penanggungjawab rombongan ekspedisi. "Saya mengenal Sigit karena dikenalkan oleh Eko dan Veni. Tapi selama di Base Camp, saya tidak banyak berkomunikasi dengan saudara Sigit," ujar dr. Rica di depan para hakim, Rabu (20/7).

Ia menyampaikan, selama bergabung sebagai anggota Gafatar sekitar tahun 2012 sampai 2013, dr. Rica pun tidak pernah mengenal Sigit. Adapun Ketua Gafatar DIY yang ia kenal saat itu adalah Yudhistira. Pasalnya selama bergabung dengan Gafatar, dr. Rica hanya menjadi anggota pasif.

Ia hanya mengikuti kajian dan kegiatan menanam pohon. Setelah membereskan kuliahnya dan kembali ke Lampung, dr. Rica sudah tidak lagi mengikuti aktivitas Gafatar. Ia pun tidak lagi menyetorkan uang iuran bulanan sebesar Rp 150 ribu pada organisasi terlarang tersebut.

Selain itu, dalam persidangan kali ini dr. Rica mengemukakan bahwa base camp di Mempawah merupakan rumah kontrakan yang layak huni. Namun demikian air di tempat tersebut tidak dapat dikonsumsi.

Sehingga untuk kebutuhan air minum para penghuni base camp harus membeli air mineral galon. Adapun makanan yang dikonsumsi dibeli dari luar base camp meliputi campuran nasi putih dan nasi jagung, sayur, tahu, dan tempe.

"Kalau untuk ibu menyusui seperti saya, makanan itu jelas kurang layak," kata dr. Rica.

Terdakwa Sigit Wibowo yang juga mendengarkan penjelasan saksi sama sekali tidak membantah keterangan yang diberikan dr. Rica. Ia juga tidak memberikan tanggapan terhadap seluruh kesaksian yang disampaikan dokter alumnus UII tersebut setelah hakim ketua menawarkannya berkomentar

"Tidak ada bantahan," kata Sigit pada Dwi Ana. Ia pun menggelengkan kepala saat diminta menanggapi pernyataan dr. Rica.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement