REPUBLIKA.CO.ID, BAMAKO -- Mali memperpanjang keadaan darurat selama 10 hari pada Rabu (20/7). Hal tersebut dilakukan setelah serentetean serangan kelompok bersenjata menewaskan puluhan orang dan destabilisasi negara padang pasir itu.
Dewan Menteri mengatakan, periode tiga hari berkabung untuk 17 prajurit tewas dalam serangan di sebuah pangkalan militer, Selasa (19/7). Serangan dilanjutkan Rabu (20/7).
Dalam satu insiden, diduga militan di enam kendaraan roda empat menembaki sebuah kendaraan patroli militer di Mboukari, di wilayah terpencil Mali, Timbuktu utara.
Dalam serangan terpisah, di desa Gatiloumou, di wilayah Mopti, gerilyawan menyerang dan membakar balai kota. Mali awalnya mengumumkan keadaan darurat pada November dan itu diperpanjang tiga bulan pada April.
"Meskipun negara bertindak, ancaman teroris tetap [ada], seperti yang dibuktikan oleh serangan baru-baru ini terhadap angkatan bersenjata dan keamanan Mali," kata Dewan Menteri dalam sebuah pernyataan.
Risiko keamanan Mali memburuk dalam kekacauan ketika militan membajak sebuah pemberontakan etnis Tuareg, sebelum pasukan Prancis mendorong mereka kembali pada 2013.
Meskipun 11 ribu pasukan perdamaian PBB dikerahkan sejak intervensi Prancis, militan masih sering melancarkan serangan di Mali dan tetanga-tetangganya. Termasuk serangan profil tinggi di sebuah hotel di ibu kota November lalu yang menewaskan 20 orang.