Kamis 21 Jul 2016 14:47 WIB

Panja Vaksin Palsu Ingin Empat Permenkes Direvisi

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Andi Nur Aminah
Ermalena, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI
Foto: Youtube
Ermalena, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi IX DPR RI telah membentuk panitia kerja (panja) terkait fenomena produksi dan peredaran vaksin palsu. Hal itu diungkap Wakil Ketua Komisi IX Ermalena.

Komisi IX akan meminta keterangan semua pihak terkait produksi, distribusi, dan penggunaan vaksin. Termasuk di antaranya, para orang tua yang anaknya diduga terpapar vaksin ilegal.

"Kita ingin melihat karut-marut vaksin yang sekarang ini terjadi. Sebenarnya mulai dari anggaran, kita akan lihat. Kemudian produksinya, distribusinya, cakupan pemakaian dan seterusnya," ujar Ermalena saat dihubungi, Kamis (21/7).

Politikus PPP itu menilai, peran pengawasan yang dijalankan Kementerian Kesehatan terbukti lemah. Menurutnya, ada setidaknya empat peraturan menteri kesehatan (permenkes) yang perlu diubah.

Yakni, Permenkes Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dan Permenkes Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Kemudian, Permenkes Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dan Permenkes Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Mutu Obat pada Instalasi Farmasi Pemerintah.

Revisi atas empat kebijakan itu, lanjut dia, nantinya harus mengembalikan kewenangan BPOM dalam mengawasi secara menyeluruh pengadaan sediaan farmasi di fasilitas kesehatan. "Kalau empat permenkes ini kita bisa revisi, itu sudah merupakan langkah maju," kata Ermalena.

Selain itu, Panja nantinya juga mengupayakan penguatan kelembagaan BPOM. Sebab, tegas dia, fokus bukan hanya persoalan vaksin palsu, melainkan juga seluruh peredaran obat, kosmetik, dan produk makanan pada umumnya.

Kepala BPOM Penny Lukito, yang baru saja dilantik kemarin, akan diundang Komisi IX untuk menjabarkan kemungkinan restrukturisasi internal BPOM. Di tengah era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), menurut Ermalena, BPOM perlu diperkuat dasar hukumnya. Sehingga, badan itu lebih berdaya menindak makanan dan obat berbahaya.

Karenanya, kata Ermalena, Komisi IX mendorong agar RUU Pengawasan Obat dan Makanan bisa masuk program legislasi nasional.

Dia menjelaskan, opsi pembentukan panja, bukan panitia khusus (pansus) seperti yang diwacanakan Ketua DPR sebelumnya, lantaran fenomena vaksin palsu butuh langkah nyata selekasnya. Berbeda dengan panja, pansus mencakup lintas komisi sehingga pembentukan dinilai lebih lama. Politikus PPP itu menyebut, setidaknya mulai pekan depan Panja ini menjadwalkan rapat terbuka.

(Baca Juga: Polri Siap Serahkan Berkas Vaksin Palsu Ke Kejaksaan)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement