REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah sepakat untuk memberikan amnesti dan abolisi pada pimpinan kelompok pemberontak di Aceh yakni Din Minimi dan anggotanya. Hanya saja, pemberian amnesti dan abolisi itu tak dilakukan sembarangan.
Kepala Bareskrim Mabes Polri, Komjen Ari Dono mengatakan amnesti dan abolisi dilakukan secara hati-hati. Menurut Ari, pemberian abolisi tak bisa begitu saja dipukul rata oleh semua anggota Din Minimi.
(Baca juga: Amesti dan Abolisi pada Kelompok Din Minimi Dilakukan Sangat Hati-Hati)
Menurut data yang dipunya Bareskrim Mabes Polri, ada sekitar 162 orang yang menjadi pengikut Din Minimi. Sebanyak 23 orang proses hukumnya sudah inchract dan sudah divonis. Sedangkan 37 orang lainnya sudah dilakukan penyelidikan dan ditetapkan sebagai DPO.
Namun, masih ada sekitar 120 orang lagi yang status hukumnya belum jelas. Ari menjelaskan, sesuai dengan UU Nomer 11 Tahun 1954, pemberian amnesty dan abolisi diberikan setelah yang bersangkutan diadili dan memiliki kejelasan status hukum.
"Artinya, mereka harus ada proses hukum dulu. Dinyatakan dulu bersalah. Baru bisa dikasih amnesti dan abolisi. Kalau tidak, mereka tak bisa diberikan. Maka kami Polri sepakat untuk melanjutkan dulu proses hukum yang ada, untuk memberikan kejelasan status hukum baru kemudian pemerintah bisa memberikan Amnesty dan Abolisi," ujar Ari di Komisi III DPR RI, Kamis (21/7).
Inspektorat Jendral TNI, Letnan Jendral TNI Muhammad Setyo Sularso mengatakan tak sepakat jika para anggota kelompok Din Minimi ini diberikan amnesti dan abolisi tanpa melalui proses hukum.
"Dua prajurit saya mati ditembak sama mereka. Tentara bertugas untuk mengamankan negara lho. Masa mereka langsung di amnesty?" ujar Sutoyo saat ditemui Republika di Gedung DPR RI, Kamis (21/7).