REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Badan Nasional Penggulangan Terorisme (BNPT) mengingatkan aplikasi permainan Pokemon Go yang saat ini sedang banyak digemari masyarakat di Indonesia bisa dimanfaatkan untuk kepentingan terorisme.
"Permainan Pokemon Go dan segala permainan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan yang bersifat radikalisme dan terorisme," kata Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayor Jenderal Abdul Rahman Kadir di Sleman, Kamis (21/7).
Menurutnya pelaku terorisme merupakan orang yang pintar dan memahami teknologi informasi. Pelaku terorisme bisa memanfaatkan semua yang berada di dunia maya, termasuk game atau permainan-permainan online.
"Masyarakat kami harapkan agar bisa lebih berhati-hati," ucapnya.
Ia mengatakan, jika mengacu pada kejadian terorisme di Prancis beberapa waktu lalu, dimana pelaku juga memanfaatkan game untuk melakukan komunikasi dengan jaringannya. "Pelaku teror di Prancis berkomunikasi melalui fitur chating atau obrolan yang tersedia dalam aplikasi game, sehingga kurang termonitor," jelasnya.
Dalam upaya menangkal paham radikalisme dan terorisme di dunia maya, BNPT telah melakukan pelatihan Duta Damai Dunia Maya dan mengajak kaum muda bersinergi dengan Pusat Media Damai BNPT.
Pelatihan diikuti puluhan anak muda dari sejumlah daerah seperti Yogyakarta dan Sleman, serta perwakilan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur ini bertujuan untuk menanggulangi propaganda kelompok radikal melalui dunia maya.
"Anak-anak muda ini nantinya akan dibentuk menjadi benteng agen perdamaian dunia maya, baik melalui media sosial maupun website yang menampilkan konten bertentangan dengan Pancasila," kata Kepala Sub Dit Pengawas dan Kontra Propaganda Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Kolonel Inf Dadang Hendrayudha.
Menurutnya propaganda organisasi radikal yang berusaha menyerang Indonesia saat ini semakin dirasakan. "Tidak hanya di dunia nyata, propaganda juga terjadi melalui dunia maya," katanya.
Ia mengatakan, anak-anak muda sebagai pengguna dunia maya terbesar menjadi rawan terpengaruh propaganda yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
"Anak-anak muda yang sebagian besar merupakan bloger ini akan diberi pelatihan selama tiga hari tentang bagaimana menjadi benteng dan agen perdamaian dengan diajak untuk membuat website dengan konten positif sebagai kontra propaganda kelompok radikal di dunia maya," jelasnya.