Jumat 22 Jul 2016 00:13 WIB

PLN Perpanjang Tender Proyek PLTGU Jawa I

Red: Karta Raharja Ucu
Perusahaan Listrik Negara/PLN (ilustrasi)
Foto: Antara/Zabur Karuru
Perusahaan Listrik Negara/PLN (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengomentari kebijakan PT PLN terkait perpanjangan tender proyek pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) Jawa I. Alasannya, perpanjangan tender dikhawatirkan akan membuat tata waktu target pencapaian proyek 35 ribu MW milik pemerintah ini menjadi terganggu.

Dampak yang terasa juga bagi publik karena kesiapan electricity-nya menjadi terhambat. "Kalau saya lihat apa yang dilakukan PLN ini sangat jauh dari praktik yang wajar dan benar, apalagi proyek listrik ini berisiko tinggi, tapi dikelola dengan cara yang penuh ketidakpastian," ujar Feby saat dihubungi media, Kamis (19/7).

PLN resmi mengumumkan perubahan jadwal submit dokumen untuk tender proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa I yang semula 25 Juli pekan depan menjadi 25 Agustus 2016. Ini menjadi perubahan kedua setelah sebelumnya submit dokumen untuk proyek 2x800 MW ini ditetapkan di awal pada 10 Mei 2016.

Perpanjangan ini diapresiasi secara positif peserta tender karena menunjukkan keseriusan PLN memberikan kesempatan lebih banyak peserta tender yang lebih siap. Apalagi sempat terpotong libur Lebaran. Ujung dari perpanjangan ini diharapkan PLN bisa mencari peserta tender yang terbaik dan harga yang lebih kompetitif.

Ketidakpastian bagi para peserta tender, terutama IPP, menurut Febri, tentu saja jadi kendala karena sebagai pelaku bisnis mereka harus mengubah banyak hal. Padahal sebelumnya sudah melakukan market sounding, analisa pasar, mencari rekanan, hingga hitungan bisnis. Semua akan buyar jika proses itu mundur tiba-tiba.

"Pebisnis swasta, mereka ini kan ingin tahu nantinya PLN akan seperti apa mengelola pembangkit atau proyeknya, concern mereka pasti di situ," ujar Feby.

Karena itu, PLN penting untuk segera menyudahi kelonggaran-kelongaran dalam mewujudkan pembangkit listrik swasta berbahan bakar gas terbesar ini. Cukup sudah kelonggaran waktu submit dokumen yang sudah diubah dua kali oleh PLN.

Misalnya, kata dia mencontohkan, ketika akan dilakukan submit tender enam bulan lagi, jauh-jauh hari pihak swasta menyiapkan dokumen, analisa market, dan mencari rekanan. Menurut dia, jangan sampai perpanjangan-perpanjangan masa submit tender itu untuk kepentingan atau demi memenangkan pihak tertentu.

"Sebelum submit, ikut tender, kan, tidak cuma nulis-nulis saja, harus ada desain, perhitungan. Perusahaan yang ikut pasti sudah mengeluarkan sekian ratus ribu dolar dalam proses penyiapan tender. Ini kan hal sederhana, kalau di tengah jalan berubah jadi menimbulkan banyak pertanyaan di publik," ucap Feby.

Ia mengingatkan, agar tidak terulang, Kementerian ESDM bisa melakukan supervisi ke PLN agar proses di lapangan bisa berjalan, tidak mundur terus. Semakin molor maka target-target dipastikan tidak akan tercapai.

Feby sendiri sudah mengusulkan agar di awal, sebelum proyek berjalan, dibuat pedomannya. Sementara sekarang, ketika program sudah berjalan, jika ada masalah, maka ESDM harus supervisi langsung terhadap proses yang macet di PLN. 

"Sebenarnya ada sudah tupoksi tim percepatan listrik, tugasnya dia memastikan agar implementasi sudah berjalan, kalau ada hambatan diselesaikan. Sementara ESDM bisa intervensi melalui Peraturan Menteri, SK Dirjen," ujar dia menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement