REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegawai negeri pada Panitera Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung RI, Kosidah mengakui, Kasubdit Kasasi Perdata Direktorat Pranata Dan Tata Laksana Perkara Perdata Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI, Andri Tristianto pernah meminta dirinya mengatur pemilihan hakim yang menangani beberapa perkara. Saat itu, Andri meminta agar perkara tersebut tidak diadili oleh Hakim Artidjo.
"Pak andre minta berkas itu jangan ke Pak Artidjo," ungkap Kosidah saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta, Kamis (21/7).
Setidaknya, ada tiga perkara yang diminta Andri agar tidak ditangani oleh Hakim Artidjo. Ada perkara di Bengkulu, Tasik sama perkara Nomor 260 Pidsus," terang Kosidah.
Kosidah mengungkapakan, Artidjo adalah salah satu hakim yang ditakuti. Sebab, jika suatu perkara ditangani oleh Hakim Artidjo, maka hukumannya akan bertambah. "Biasanya kalau Pak Artidjo putusannya suka tambah," kata Kosidah.
Kosidah mengakui, dirinya sebenarnya tidak bisa memilihkan hakim untuk menangani suatu perkara. Meaki begitu, Kosidah tetap menyetujui peemintaan Andri tersebut. "Tidak (bisa menentukan hakim). Saya hanya cek aja. Cuma mudah-mudahan gak ke Pak Artidjo," ucap Kosidah.
Andri Tristianto Sutrisna didakwa menerima suap sebesar Rp 400 juta dari Ichsan Suaidi melalui Pengacaranya, Awang Lazuardi Embat. Uang tersebut diberikan Awang agar Andri mengusahakan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi atas nama Ichsan Suaidi, dalam perkara korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur.
Awang berharap, putusan kasasi tersebut tidak segera dieksekusi oleh jaksa, sehingga dirinya memiliki waktu untuk mempersiapkan memori pengajuan peninjauan kembali (PK). Atas permintaan Awang, Andri menghubungi Kosidah melalul Blackberry Messenger (BBM) menanyakan nomor putusan kasasi perkara atas nama Ichsan.
Andri juga menanyakan biaya penundaan pengiriman putusan perkaranya. Kemudian, Kosidah menyampaikan penundaan pengiriman putusan kasasi bisa dilakukan dengan imbalan sebesar Rp 50 juta untuk 6 bulan.
Atas perbuatannya, Andri didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengah Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.