Jumat 22 Jul 2016 12:48 WIB

Serangan Truk Nice Direncanakan Sejak 2015

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ani Nursalikah
Polisi berpatroli dekat lokasi serangan truk di Promenade des Anglais, Nice, Prancis, Sabtu, 16 Juli 2016. Tampak bendera dikibarkan setengah tiang.
Foto: AP Photo/Francois Mori
Polisi berpatroli dekat lokasi serangan truk di Promenade des Anglais, Nice, Prancis, Sabtu, 16 Juli 2016. Tampak bendera dikibarkan setengah tiang.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Penyelidikan terbaru menemukan pelaku serangan truk di Nice, Prancis telah merencanakan aksi ini beberapa bulan sebelumnya. Jaksa Prancis Francois Molins mengatakan Mohamed Lahouaiej-Bouhlel juga menerima bantuan logistik dari lima orang untuk melancarkan aksinya.

Dalam konferensi pers pada Kamis (21/7), Molins mengatakan salah satu pelaku bahkan merekam aksi penyerangan saat Bastille Day tersebut. Kelima pelaku yang membantu Bouhlel ini akan menghadapi dakwaan terkait terorisme.

Lima orang tersebut terdiri dari empat pria dan satu perempuan yang berusia 22-40 tahun. "Mereka akan segera hadir di pengadilan secepatnya," kata Molins. Dua diantaranya adalah pasangan asal Albania yang memberikan Bouhlel sebuah pistol.

Pelaku lain adalah pria berusia 22 tahun yang menerima pesan teks dari Bouhlel pada malam saat kecelakaan. Isi pesan tersebut membahas pasokan persenjataan.

Baca: Pelaku Serangan Truk Nice Dibantu Lima Rekannya

AFP melaporkan polisi menemukan sebuah senapan Kalashnikov dan amunisi di rumah Bouhlel. Molins mengatakan informasi dari ponsel pria asal Tunisia itu mengindikasikan ia telah mempelajari aksinya sejak 2015.

Masih belum jelas motif pelaku. Namun ISIS mengklaim serangan tersebut. Mereka menyebut Bouhlel adalah salah satu tentaranya.

Polisi tidak pernah memasukkannya dalam daftar terduga terorisme. Bouhlel tewas ditembak setelah menewaskan 84 orang.

Pascaserangan, Prancis memperpanjang keadaan darurat hingga akhir Januari 2017. Langkah ini memberi polisi kekuasaan lebih untuk melakukan pencarian terduga teroris dan menangkapnya tanpa surat perintah.

Pemerintah juga meluncurkan penyelidikan terkait aksi polisi pada 14 Juli itu. Saat itu, muncul klaim jumlah polisi terlalu sedikit untuk mengadang truk Bouhlel sehingga jumlah korban tinggi.

Surat kabar lokal, Liberation melaporkan saat itu hanya satu mobil polisi lokal yang bertugas di lokasi. Padahal saat itu perayaan Bastille Day cukup meriah. Namun, klaim ini ditentang banyak pihak, termasuk Menteri Dalam Negeri Bernard Cazeneuve.

Menurutnya, Liberation merujuk pada polisi lokal yang berada di jalan berbeda. Cazeneuve mengatakan ada enam polisi nasional yang berada di lokasi dan menangani serangan truk saat itu. Menurutnya, saat itu juga ada dua mobil polisi nasional yang bertugas di sana.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement