REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pasar negara maju di dunia yang menjadi negara sasaran ekspor produk perikanan Indonesia dinilai semakin selektif dan sangat mendorong diberlakukannya tracebility (keterlacakan) dari komoditas perikanan.
"Di dunia internasional saat ini, negara-negara maju mengupayakan pasar yang lebih selektif, tujuannya jangan sampai orang berlomba-lomba menangkap ikan sampai ikan tidak tersedia lagi," kata Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Masyarakat Suseno Sukoyono dalam diskusi di Jakarta, Jumat (22/7).
Menurut Suseno, mengapa ikan yang ditangkap saat ini bisa cepat habis antara lain karena kecepatan berkembang biak ikan dinilai kalah dengan pesatnya perkembangan dan kemajuan teknologi penangkapan di kapal ikan.
Dia mengingatkan juga bahwa komoditas kelautan dan perikanan juga semakin berkembang dengan cepat, seperti misalkan pada tahun 1950-an produksi ikan sebesar 14,3 juta metrik ton per tahun, maka pada 2007 jumlahnya sudah mencapai 120 juta metrik ton per tahun.
"Saat ini 200 juta orang bergantung langsung kepada produksi perikanan. Ikan termasuk komoditas yang paling banyak diperdagangkan, dengan nilai hingga sebesar 83 miliar dolar AS per tahun," tuturnya.
Suseno mengungkapkan, tiga pihak pengimpor terbesar adalah Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Dengan semakin banyaknya peningkatan kebutuhan ikan global, maka hal itu berarti ada pasar yang perlu direbut di tingkat internasional.
Selain itu, ujar dia, saat ini muncul pula kebutuhan untuk mengetahui darimana asal ikan tersebut sehingga ada instrumen baru yang disebut tracebility. "Pasar internasional sangat ingin menerapkan tracebility," katanya dan menambahkan, telah ada upaya kolaboratif dan terpadu baik di level regional maupun bilateral.