REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia berharap seluruh pelaku kejahatan terhadap anak dieksekusi berdasarkan vonis hakim dengan hukuman-hukuman pemberatan. Termasuk pembayaran restitusi bagi korban dan pelaksanaan hukuman mati bagi pelaku dewasa.
"Lenyapnya 'monster' pada hari ini adalah pembuktian bahwa kita sungguh-sungguh bertoleransi nol terhadap kejahatan yang satu ini," kata Ketua Umum LPA Indonesia Setyo Mulyadi, Jumat (22/7).
Orang tua, siswa, dan guru hendaknya berhimpun sebagai satu keluarga menemukan cara-cara terbaik guna mencapai cita-cita tunggal. Yaitu mendidik anak agar menjadi insan bertakwa, berbudi pekerti luhur, dan bermanfaat bagi semua. Selain itu, Seto menyebut pemerintah atas nama bangsa Indonesia, harus membungkukkan badan dan meminta maaf atas segala kekurangan sekaligus memperkokoh sistem perlindungan anak Indonesia.
Menjelang peringatan Hari Anak Nasional pada 23 Juli, rumah-rumah ibadah diharapkan bisa mencanangkan perlindungan anak sebagai tema kutbah reguler mereka. "Rumah ibadah adalah wadah strategis untuk menyosialisasikan UU Perlindungan Anak sebagai salah satu bentuk sikap amanah terhadap insan yang Tuhan titipkan kepada kita," kata Seto.
Tak hanya itu, dunia usaha juga harus ikut berperan untuk kebaikan anak Indonesia. Misalnya dengan memenuhi ajakan UU Perlindungan Anak untuk menyalurkan dana CSR-nya untuk memfasilitasi anak-anak yatim dan dhuafa melakukan rekreasi edukatif.
"Ya, Hari Anak Nasional patut dijadikan sebagai hari liburan-edukatif nasional," ujar Seto.
Bukan hanya perusahaan, setiap keluarga berpenghasilan minimal Rp 15 juta per bulan sebaiknya ikut mengalokasikan santunan untuk memenuhi kebutuhan seorang anak yatim dan dhuafa selama satu tahun ke depan. Seto pun berharap Batasan usia anak pada sekian banyak regulasi dikaji ulang dan diseragamkan. Seluruh anak yang berkonflik dengan hukum pun menerima pengurangan masa pemidanaan.