REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muslim di Swaziland memang bebas beribadah, tetapi rendahnya pemahaman umat lain terhadap Islam terkadang memicu tudingan dan kesalahpahaman. Terlebih, umat Islam di negara itu adalah minoritas. Pemberitaan media yang bias dan keliru tentang Islam dan penganutnya merupakan pemicu utama kesalahpahaman umat lain terhadap Islam.
Richard Rooney Lwati dalam sebuah jurnal mengungkapkan fakta tentang biasnya pemberitaan media di Swaziland terhadap Islam. Dalam tulisannya bertajuk Swazi Journalism and the Muslim Threat Rooney mengupas bagaimana pers di negara itu mencitrakan Islam dengan sangat buruk.
Surat kabar Swazi News, misalnya, memberitakan ada sekelompok kanibal yang datang ke ibu kota Mbabane. Kontan saja, pemberitaan media itu telah membuat masyarakat di Kota Mbabane ketakutan. Peristiwa itu terjadi pada Juni 2007 lalu. Pemberitaan bohong itu membuat masyarakat panik dan segera menelepon polisi.
Ternyata, mereka yang dituding sebagai kelompok kanibal yang suka memakan manusia itu hanyalah sekelompok Muslim dari Pakistan yang berkunjung ke negeri itu. Pemberitaan itu tampaknya sengaja dihembuskan media setempat sebagai bentuk penolakan terhadap umat Islam yang datang dari luar.
Hanya karena berjenggot, sebanyak 15 Muslim dari Pakistan yang berkunjung ke Swaziland dituding Koran Swazi News sebagai kelompok kanibal. Tudingan media itu ternyata tak berdasar. Keresahan dan kepanikan masyarakat pun kembali mereda.
Selain itu, menurut Rooney, ada tiga tudingan lainnya yang muncul di kalangan masyarakat non-Muslim terhadap umat Islam di Swaziland. Pertama, umat Islam mendapat tudingan akan mengganti konstitusi negara itu. Kedua, umat Islam dituding mengiming-imingi mahasiswa beasiswa agar masuk Islam.
Media di sana kerap mencitrakan umat Islam sebagai musuh bagi Swaziland, papar Rooney. Pemberitaan yang bias seperti itu tentu saja sangat merugikan umat Islam. Namun, Muslim Swaziland membuktikan bahwa mereka adalah warga negara yang baik dan turut berpartisipasi dalam pembangunan kerajaan itu.
Baru-baru ini, masalah makanan halal pun mendapat protes dari penganut agama lain. Ketika sebuah perusahaan makanan siap saji yang berasal dari Amerika Serikat (AS), KFC mengumumkan daging ayam crispy yang dijualnya halal dan bisa dikonsumsi konsumen Muslim, umat Kristen di negeri itu sempat melakukan protes.
Hal itu berawal dari ketidakpahaman terhadap arti halal. Umat non-Islam menuding sertifikasi halal terhadap produk daging goreng itu sebagai dedikasi terhadap keyakinan Islam. Tokoh Islam Swaziland pun mencoba meluruskan kesalahpahaman itu. Ketika sesuatu dihalalkan, menurut agama islam, barang itu bersih dan boleh dikonsumsi siapa pun, papar Imam Ezulwini Islamic Centre.
Sertifikasi halal produk KFC itu lahir karena sejak dua tahun lalu Otoritas Halal Swaziland atau Swaziland Halaal Authority (SHA) menyatakan umat Islam akan mem beli ayam goreng apabila produk itu benarbenar halal. Permintaan itu pun dikabulkan dan perusahaan makanan siap saji itu menjamin produknya benar-benar halal karena ayamnya disembelih secara Islami.