REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ulama dan kaum terpelajar harus menghimpun kekuatan bersama untuk melawan dan melakukan kontrapropaganda dengan banyak cara sehingga kelompok berpaham radikal-teroris tidak berkembang, kata ulama Brunei Darussalam.?
"Tugas kita sekarang untuk terus bersama memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat agar dapat terhindarkan dari pemahaman keliru tersebut," kata Direktur Pengkajian Pemahaman Ahlussunnah Waljamaah Brunei Darussalam Prof Dr Andi Samsul Bahri seperti dikutip dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Jumat (22/7).
Ia pun menyarankan kalangan ulama dan kaum terpelajar memperbanyak tulisan di berbagai media, termasuk di dunia maya yang juga dibanjiri propaganda kelompok radikal, untuk melakukan kontrapropaganda.
Hal ini diperlukan agar masyarakat dapat memilah dan memahami mana yang benar dan yang tidak sehingga masyarakat tidak terjerumus ke dalam pemahaman yang keliru tentang berbagai amalan yang ada dalam Islam sendiri.?
Terkait aksi teror dan bom bunuh diri di bulan Ramadhan dan Idul Fitri di Madinah, Turki, dan Indonesia yang dilakukan kelompok radikal, menurut Samsul Bahri jelas memperlihatkan bahwa kelompok itu telah melenceng dari pengajaran Islam yang sebenarnya.
"Di mana pun tidak pernah ada dalam agama Islam mengajarkan berbuat yang demikian," tandasnya.
Dikatakannya, penganut ahlussunnah waljamaah tidak bisa membenarkan segala tindakan kekerasan terlebih penghancuran terhadap umat dengan mengatasnamakan agama seperti yang dilakukan ISIS.
"Saya pribadi sangat mengapresiasi kinerja BNPT yang telah berusaha bekerja sebaik mungkin untuk menjaga masyarakat Indonesia agar terhindar dari terorisme yang selalu mengatasnamakan agama," katanya.
Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya Dr Muhibbin Zuhri menilai ancaman terorisme ke depan makin serius dan sebarannya akan lebih luas.
"Bangsa Indonesia harus lebih waspada, terutama aparat negara harus meningkatkan kapasitas koordinasi intelijen," katanya.
Menurut dia, perlu dicermati kegiatan yang mengarah pada ideologisasi paham radikal, baik lewat media sosial melalui program keagamaan.
Di sisi lain, program deradikalisasi yang terintegrasi baik di sektor pendidikan maupun di aktivitas sosial lainnya yang melibatkan organisasi kemasyarakatan keagamaan harus terus dilakukan.
"Negara tidak bisa melakukan sendiri tanpa bersinergi dengan masyarakat," katanya.