REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA-- Pemerintah Kota (Pemkot) Kota Surabaya akan menerapkan pajak hotel dan restoran dalam jaringan (daring) atau online mulai 2017.
Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPK) Kota Surabaya Yusron Sumartono, di Surabaya, Jumat (22/7),mengatakan saat ini, pemerintah kota bersama kalangan DPRD Surabaya akan membuat perda yang mengatur sistem tersebut.
"Kami telah melakukan uji coba penerapan pajak hotel dan restoran via 'online'. Uji coba dilakukan pada beberapa hotel. Dari hasil uji coba, kendala yang dihadapi adalah sistem IT yang digunakan masing-masing hotel berbeda," katanya.
Menurut dia, tiap hotel mempunyai sistem sendiri, jadi pihaknya perlu sesuaikan dengan sistem mereka untuk mempermudah akses. Yusron mengatakan penerapan sistem daring akan dilakuakn secara bertahap. Objek pajak yang telah melakukan ujicoba yang akan menerapkan lebih dulu. "Kalau yang masih manual nanti kita dorong," katanya.
Ia mengakui selama ini sistem pembayaran pajak masih menggunakan cara menghitung sendiri. Apabila menggunakan sistem manual, DPPK akan melakukan pemeriksaan dan pengumpulan bukti dari bill yang dikumpulkan. "Dengan sistem ini, ke depan sudah tak manual lagi," katanya.
Yusron menegaskan meski belum menerapkan sistem daring kenaikan pajak hotel dan restoran sekitar 10 persen. Ia belum mengetahui pasti berapa besaran kenaikan jika sistem daring telah diterapkan. Ia menilai kesadaran wajib pajak sudah relatif baik. "Jika daring, semua cash register akan terkoneksi dengan dinas kami," katanya.
Berdasarkan data Dinas Pendapatan dan Pengelolaan keuangan daerah, jumlah hotel di Surabaya sebanyak 240 unit, sedangkan restoran sekitar 1.000 unit lebih. Dari jumlah objek pajak itu, DPPK menargetkan pajak hotel sekitar Rp 220 Miliar, sementara restoran sebanyak Rp 300 miliar pada tahun 2016.
Menanggapi penerapan pembayaran pajak hotel dan restoran dengan sistem daring, anggota Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Surabaya, Ahmad Zakaria berharap sanksi yang dikenakan kepada wajib pajak yang menolak penerapan sistem tersebut tegas. Sesuai raperda yang ada, sanksi yang diberikan bisa berupa pembekuan usaha, pidana atau lainnya. "Jika mereka tidak mau disanksi berarti tidak mau transparan," katanya.
Padahal, lanjut dia, di daerah lain yang telah lebih dulu menerapkan sistem tersebut, yakni di Jakarta dan Bandung sudah menerapkan sanksi susuai aturan. "Di daerah lain bisa pencabutan izin usaha," katanya.
Zakaria mengatakan selain sanksi, sosialisasi juga mempunyai peran penting. Ia khawatir, jika pembahasan berlangsung lama, namun masa sosialisasinya kurang. "Biasanya waktu sosialisasi sekitar 3 bulan," katanya.
Anggota Komisi B sepakat penerapan sistem pajak daring harus dilakukan secara bertahap. Objek pajak yang lebih dahulu dimulai dari hotel maupun restoran tertentu yang sudah siap. "Misalnya hotel Bintang lima dulu, baru kemudian empat dan seterusnya," katanya.