REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Momentum Peringatan Hari Anak Nasional pada hari ini, Sabtu (23/7), harus menjadi koreksi dan evaluasi total sistem perlindungan anak Indonesia yang sudah berjalan sejak UU Perlindungan Anak diimplementasikan pada 2002. Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris mengatakan, pemerintah harus bisa memetakan kelemahan dan tantangan terbesar perlindungan anak.
Ia juga berharap pemerintah merumuskan formulasi, strategi, dan solusi untuk meretasnya. Karena menurutnya, salah satu syarat sebuah negara menjadi kuat dan maju di dalamnya terdapat anak-anak yang haknya dilindungi dan dipenuhi.
“Ada istilah yang mengatakan, jika ingin menguasai nasib sebuah bangsa, maka genggamlah anak dan remajanya. Dan saat ini, anak-anak kita sedang coba digenggam oleh berbagai pengaruh negati," kata Fahira melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jakarta (23/7).
Menurut Fahira, anak-anak kita sedang coba diracun dan dirusak masa depanya oleh narkoba dan miras, dirusak otaknya dengan pornografi, digempur propaganda pola hidup menyimpang, seks bebas, dan LGBT. "Ada kekuatan yang tidak senang bangsa ini jadi negara kuat dan itu harus kita lawan dengan membuat sistem perlindungan anak yang komprehensif.”
Fahira mengungkapkan, sudah saatnya persoalan perlindungan anak jadi perhatian utama dan menjadi bagian dari prioritas pembangunan nasional. Anak bukan diletakan sebagai obyek pembangunan, tetapi sebagai subyek pembangunan. Anak-anak Indonesia harus dilibatkan dalam proses pembangunan, diberi ruang, kesempatan, dan diminta pendapatnya mengenai Indonesia seperti apa yang mereka inginkan saat ini dan ke depan.
Dalam UU Perlindungan Anak, lanjut Fahira, negara diamanatkan memberi ruang bagi anak-anak untuk menyatakan pendapatnya. Anak-anak Indonesia, tambah Fahira, juga punya hak dalam menentukan wajah kota atau daerah yang mereka tempati.
Mereka harus ditanya fasilitas apa saja yg mereka butuhkan untuk mendukung tumbuh kembang mereka. Indonesia ini bukan hanya milik kita orang-orang dewasa. “Coba perhatikan setiap pilkada, hampir tidak ada calon anggota dewan yang punya terobosan program perlindungan anak. Sangat sedikit calon kepala daerah yang mencantumkan konsep perlindungan anak dalam program aksinya. Atau saat pilpres kemarin, ada tidak, debat calon presiden tentang perlindungan anak? Kita masih menepikan persoalan perlindungan anak, padahal mereka wajah bangsa ini ke depan,” tambahnya.
Fahira mengatakan, momen Peringatan Hari Anak Nasional ini harus menjadi pengingat bagi bangsa ini, terutama para pemimpinnya. Bahwa pemerintahannya saat ini, bukan hanya buat Indonesia lima tahun ke depan, tetapi bagaimana bisa menjadikan Indonesia negara kuat di masa mendatang. Satu-satunya cara adalah jadikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak sebagai prioritas.
“Tinggi rendahnya peradaban sebuah bangsa salah satunya dilihat dari bagaimana bangsa tersebut mampu melindungi dan memenuhi hak anak-anak. Karena bagi bangsa beradab, anak-anak adalah investasi masa depan bangsa untuk membangun peradaban yang lebih maju,” kata Fahira.