Ahad 24 Jul 2016 13:58 WIB

Bamsoet: Tak Masuk Akal Dorong TNI Tangani Terorisme

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Achmad Syalaby
Bambang Soesatyo
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Bambang Soesatyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, reformasi sektor keamanan dalam negeri seharusnya terus bergerak maju dengan menunjukan konsistensi pada pendekatan hukum sipil yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Menurut dia, mendorong Tentara Nasional Indonesia (TNI) ikut menangani tindak pidana terorisme adalah cara berpikir mundur dan kontraproduktif dengan agenda reformasi. Dia menilai, tidak ada urgensi menambah atau memperluas tugas pokok dan fungsi TNI melalui revisi Undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 

''Revisi UU yang satu ini tidak boleh kebablasan Pemanfaatan oleh negara atas kekuatan dan kemampuan TNI, harus tetap berpijak pada UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,'' kata Bambang, dalam keterangan persnya, Ahad (24/7).

Masalahnya, lanjut dia, cakupan kebijakan dan strategi nasional dalam penanggulangan tindak pidana terorisme sangatlah luas. Ada langkah pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan, penyiapan kesiapsiagaan nasional dan kerja sama internasional.

Kalau TNI dilibatkan dalam tugas memerangi tindak pidana terorisme, Bambang menuturkan, konsekuensi logisnya pun akan sangat luas dan prinsipil. Semua konsekuensi itu harus dipatuhi dan dijalankan, karena penanganan pidana terorisme masuk dalam kerangka penegakan hukum. 

Karena itu, menempatkan dan memberi wewenang TNI sebagaimana tertuang dalam Pasal 43A ayat (3) dan 43B ayat (1) pada draft revisi UU nomor 15/3003 itu menjadi tidak masuk akal. Menurut dia, wacana itu bahkan tidak sejalan dengan agenda reformasi mewujudkan keamanan dan ketertiban umum di dalam negeri. Agenda ini menyepakati penegakan hukum yang berpijak pada hukum sipil. 

''Kalau hukum sipil, segala sesuatunya harus tunduk pada KUHAP. Pelaksana KUHAP adalah polisi,'' ujar dia.

Dengan begitu, lanjut politisi Golkar tersebut, menjadi mustahil jika TNI juga ditugaskan menangani tindak pidana terorisme. Bukankah teroris yang ditangkap akan diproses secara hukum dan dihadapkan ke pengadilan. ''Kalau TNI menangkap teroris, proses hukumnya dilaksanakan oleh siapa,'' tambahnya.

Menurut Bambang, kontribusi TNI dalam memerangi terorisme adalah sebuah keniscayaan. Sejatinya, bukan hanya TNI dan Polri, semua elemen rakyat pun harus berkontribusi mewujudkan keamanan dan ketertiban umum. Namun, peran masing-masing elemen harus proporsional, sesuai peraturan perundang-undangan serta derajat tantangannya. 

Karena itu, kontribusi TNI dalam memerangi terorisme idealnya disesuaikan dengan kebutuhan, dan harus berdasarkan perintah Presiden RI selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement