Ahad 24 Jul 2016 15:22 WIB

NU: Kebijakan Ekonomi Belum Penuhi Rasa Keadilan dan Pemerataan

Jajaran pimpinan PBNU dalam pembukaan Rapat Pleno PBNU di Pesantren Khas, Kempek Cirebon, Ahad (24/7)
Foto: NU
Jajaran pimpinan PBNU dalam pembukaan Rapat Pleno PBNU di Pesantren Khas, Kempek Cirebon, Ahad (24/7)

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON— Nahdlatul Ulama menilai kebijakan ekonomi pemerintah belum sepenuhnya memenuhi asas keadilan dan pemerataan. Pertumbuhan ekonomi hanya dirasakan oleh kalangan tertentu.  

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj mengatakan, menurut data Bappenas, dari sisi rasio ketimpangan ekonomi antar penduduk Indonesia per akhir 2015 masih cukup tinggi yaitu mencapai angka 0,413.

”Perekonomian nasional masih dinikmati para konglomerat,” katanya saat membuka Rapat Pleno PBNU di Pesantren Khas Kempek, Cirebon, Ahad (24/7).

NU, ungkap Kang Said, begitu akrab disapa, memandang ekonomi kerakyatan harus ditingkatkan.

Meski ia mengapresiasi peningkatan persentase perekonomian 6 hingga 6,5 persen,  tetapi yang tak kalah penting adalah bagaimana pertumbuhan dan dampaknya tersebut bisa merata.

“Jangan sampai kekayaan modal negeri ini hanya dikuasi oleh para konglomerat," tuturnya.  

Kang Said menyebutkan misalnya, kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selama ini, fasilitas tersebut belum mampu dirasakan langsung oleh masyarakat miskin.

Padahal, mereka hanya membutuhkan Rp 1-2 juta untuk modal usaha. Justru fasilitas tersebut hanya dinikmati oleh para pemilik jaminan atau koleteral.  

"NU melihat, penyaluran KUR selama ini sudah gagal. Karena tidak tepat sasaran (dalam penyalurannya)," kata Kang Said.   

Pemerintah menganggarkan KUR sebanyak Rp 100 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, meningkat tiga kali lipat lebih dari tahun 2015 yang sebesar Rp 30 triliun.

Kang Said menegaskan ekonomi kerakyatan terbukti teruji dan fundamental dalam perekonomian nasional. Pascakrisis 1998, ekonomi ini menyelematkan bangsa dari krisis. Bukan para konglomerat, pengemplang perbankan nasional, atau pemilik modal besar.

Atas dasar inilah, NU selalu berusaha  membangun kekuatan rakyat dari sisi agama, akhlak, dan termasuk perekonomian. Tapi tanpa menyimpang dari aturan.

Rapat Pleno yang mengusung tema "Meneguhkan Islam Nusantara Menuju Kemandirian Ekonomi Warga" ini diikuti oleh pengurus harian NU dari Mustasyar, Syuriyah, A'wan, Tanfidziyah, pimpinan lembaga, dan badan otonom.

Hadir dalam pembukaan rapat yang berlangsung di Pesantren Kempek, Cirebon, Sabtu-Senin  23-25 Juli 2016 ini, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dan Komisioner KPK Agus Rahardjo.

Selain konsolidasi dan evaluasi  program kerja, rapat juga membahas isu penting, antara lain sikap NU terkait tax amnesty, bank otak, dan gim pokemon. Dalam kesempatan itu, PBNU menandatangani nota kesepahaman dengan Kementerian Sosial dan KPK.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement