REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Asosiasi Rumah Sakit Indonesia (ARSI), Iing Ichsan Hanafi, mengakui jika rumah sakit umumnya tidak dapat menyeleksi keaslian vaksin yang masuk. ARSI menegaskan jika rumah sakit bertindak sebagai pengguna vaksin.
"Kami hanya bertindak sebagai pengguna. RS tidak memiliki kemampuan memastikan apakah vaksin yang masuk itu asli atau tidak," ujar Iing di Jakarta, Ahad (24/7).
Meski demikian, lanjut Iing, masing-masing RS memiliki ketentuan standar untuk menyeleksi vaksin yang masuk. Sebelum vaksin diterima RS, ada pengajuan pengadaan vaksin yang mesti dibuat.
Pengajuan itu ditujukan kepada para distributor vaksin. Setelah disetujui dan vaksin akan dikirim ke rumah sakit, ada standar kefarmasian yang harus dipenuhi para distributor.
Terkait masuknya vaksin palsu ke 14 RS, Iing menduga ketiadaan stok menjadi salah satu faktor pendorong utama. "Stok di pasar tidak ada, sementara kebutuhan vaksin impor tinggi. Saat itu mungkin ada RS yang ditawari beberapa distributor. Sayangnya, RS tidak jeli ketika ada distributor yang tidak resmi," ucap dia.
Ketidakjelian tersebut, lanjut Iing, diduga disebabkan sistem peredaran vaksin palsu yang seolah dibuat memenuhi standar kefarmasian yang ada. Standar yang dimaksud antara lain, distributor yang telah berbadan hukum dan sistem pendataan vaksin yang sesuai persyaratan RS.
Pada 14 Juli lalu, Kemenkes membuka identitas 14 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) penerima vaksin palsu. Mayoritas fasyankes berada di Bekasi.
Adapun 14 fasyankes yang dimaksud adalah RS DR Sander (Bekasi), RS Bhakti Husada (Cikarang, Bekasi), Sentral Medika (Gombong), RSIA Puspa Husada, Karya Medika (Tambun, Bekasi), Kartika Husada (Bekasi), Sayang Bunda (Bekasi) , Multazam (Bekasi), Permata (Bekasi), RSIA Gizar (Cikarang, Bekasi), Harapan Bunda (Kramat Jati, Jakarta Timur), Elizabeth (Bekasi), Hosana (Cikarang) dan Hosana (Bekasi).
Menteri Kesehatan (Menkes), Nila Djuwita F Moeloek, mengatakan pihaknya belum dapat memastikan adanya rumah sakit (RS) swasta lain yang menerima vaksin palsu. Menurut Menkes, dugaan keterlibatan RS lain masih menanti hasil pendalaman dari Bareskrim Mabes Polri.