Senin 25 Jul 2016 13:44 WIB

Orang Tua Minta RS Harapan Bunda Berikan Data Soal Vaksin Palsu

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Andi Nur Aminah
Tuntut Keterbukaan Informasi. KontraS, YLBHI bersama Aliansi Orang Tua Korban Vaksin Palsu menggelar aksi solidaritas di RS Harapan Bunda, Jakarta, Rabu (20/7).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Tuntut Keterbukaan Informasi. KontraS, YLBHI bersama Aliansi Orang Tua Korban Vaksin Palsu menggelar aksi solidaritas di RS Harapan Bunda, Jakarta, Rabu (20/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu orang tua anak terduga penerima vaksin palsu, Dessy (40 tahun) mendesak Rumah Sakit Harapan Bunda, Jakarta Timur untuk memberikan data ihwal permasalahan vaksin palsu di rumah sakit tersebut. "Tolong buktikan kepada kami alur vaksin itu, berapa yang masuk dan keluar secara detail," kata wanita yang tergabung dalam Aliansi Orang Tua Korban Vaksin Palsu RS Harapan Bunda saat berdiskusi di Komnas Anak, Senin (25/7).

Dessy menjelaskan, berdasarkan informasi yang anggota aliansi terima dari salah satu dokter di RS Harapan Bunda, dr Vina bahwa vaksin palsu hanya beredar pada Maret hingga Juni 2016. Pernyataan tersebut, sempat membuat para orang tua lega.

Namun, Dessy berujar, ada pernyataan lain dari pihak rumah sakit yang menyebut vaksin palsu hanya diberikan jika pembayaran di bawah tangan. Sementara yang di kasir diklam asli.

"Ternyata salah satu orang tua tahu-tahu ditelpon Satgas Vaksin Palsu, yang menyebut anak yang terpapar vaksin palsu, padahan ia bayar di kasir," ujar dia.

Informasi yang simpang siur tersebut, Dessy mengatakan, langsung membuat para orang tua kembali bingung. Kabar tersebut diperparah dengan adanya berita yang mengatakan vaksin palsu hanya jenis Pediacell kode C4 777 AC. Ia mempertanyakan, apabila pihak rumah sakit menyatakan vaksin palsu hanya ada Maret-Juni, bagaimana anak-anak yang divaksin dengan kode tersebut?

Dessy berujar, ia pernah melihat pernyataan Menteri Kesehatan RI yang menyebut Pediacel sudah lama langka di Indonesia. "Jadi selama ini Pediacel yang diberikan ke anak kami dari mana, itu kata Kemenkes loh. Kalau Biofarma mengaku bisa mencukupi, kenapa harus ada kelangkaan," tutur dia.

Selain itu, Dessy mengatakan, ternyata dampak pemberian vaksin palsu pada setiap anak berbeda-beda. Ia menjelaskan, berdasarkan informasi yang ia terima, beberapa anak ada yang mengalami infeksi namun ada yang tidak. Beberapa mengalami keterlambatan bicara, serta anak tersebut akan kebal antibiotik.

"Sampai sekarang saya tak pernqh dipertemukan dengan pejabat di Rumah Sakit Harapan Bunda. Kami harap bisa menjembatani kami ketemu dengan rumah sakit," ujar Dessy.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement