REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fahmi Idris mengimbau agar masyarakat tidak mengurus kartu BPJS melalui calo, tapi melalui mekanisme yang resmi.
"Masyarakat jangan urus melalui calo dengan alasan lama mengantre, karena sekarang jauh lebih cepat. Paling lama proses awal pemberkasan tidak lebih dari tiga menit di 'teller' kita," ujar Fahmi di Jakarta, Senin. (25/7).
Fahmi ditemui disela-sela peluncuran buku Dinamika Penyelenggaraan Jaminan Sosial di Era DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) yang juga dihadiri Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa di Toko Buku Gramedia Matraman Jakarta Timur.
Fahmi mengaku geram dengan adanya kasus pemalsuan kartu BPJS yang ditemukan di Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat.
"Kalau dari sisi proses, sebetulnya saya geram juga. Ini dikerjakan oleh oknum yang mengaku relawan. Saya kasihan dengan relawan yang benar-benar bekerja keras," jelas dia.
Dari sisi negara, negara akan dirugikan bila kartu yang dipalsukan bisa digunakan. Namun, BPJS memiliki "master file" dan sudah dicek ternyata data kartu tersebut tidak ditemukan di master file BPJS.
"Jadi kalau pemegang kartu itu ke Puskesmas, namanya tidak ada, begitu juga dengan nomor anggota tidak ada. Dan bila tidak membayar iuran menjadi non aktif," jelas Fahmi.
Dia mengaku tidak dapat memprediksikan berapa banyak kartu yang dipalsukan karena baru ketahuan setelah digunakan.
Sebagai langkah antisipasi, jika ragu kartu palsu atau tidak maka dicek dengan menelepon ke 1500400 atau langsung datang ke kantor BPJS.
Lebih lanjut dia menjelaskan mekanisme keanggotaan BPJS Kesehatan, peserta seharusnya datang langsung untuk mendaftar.
Setelah mendaftar secara resmi di teller BPJS, maka akan dikirim virtual akun dalam pesan singkat melalui SMS. Setelah dua minggu, jika sudah membayar iuran maka akan langsung dicetak kartu.