REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mendesak pemerintah serius menyelesaikan permasalahan vaksin palsu di Indonesia.
"Kita pahami kejahatan vaksin palsu juga kejahatan luar biasa. Langkah, (kami) menuntut pemerintah menyelesaikannya," kata Sekretaris Jenderal Komnas Anak, Dhanang Sasongko usai berdiskusi dengan Aliansi Orang Tua Korban Vaksin Palsu RS Harapan Bunda, Jakarta Timur, Senin (25/7).
Selain itu, ia menjelaskan, Komnas Anak juga meminta kepada pihak rumah sakit yang dinyatakan oleh pemerintah menggunakan vaksin palsu, agar pro aktif berkomunikasi dengan orang tua korban. "Ternyata banyak korban yang tak dilayani rumah sakit. Karena mereka punya hak sejauh mana dampaknya vaksin palsu," ujar dia.
Dhanang berujar, Komnas Anak akan mencoba memediasi antara orang tua dengan pihak rumah sakit. Namun, ia berharap pemerintan serius menangani hal-hal yang sifatnya formal.
"Kita akan pelajari semua, apalagi ada aliansi. Untuk bisa merencanakan class action ke pemerintah," kata dia.
Ia menegaskan, pihak rumah sakit harus ikut bertanggung jawab terhadap permasalahan vaksin palsu. Ia menyebut, terdapat sejumlah hak anak yang harus dipenuhi, tidak hanya oleh pemerintah, namun juga rumah sakit.
Pertama, anak harus mendapatkan kejelasan ihwal apakah benar terpapar atau tidak. Apabila benar mendapat vaksin palsu, maka segera melakukan vaksinasi ulang. "Hak untuk mendapatkan perlindungan dan hak hidup jangan sampai ada dampak ke depannya. Ini adalah bukti pemerintah tak berhasil melindungi anak Indonesia," kata dia.
Sementara, class action untuk menuntut pemerintah dan rumah sakit beranggung jawab terhadap dampak masa depan anak korban vaksin palsu. Sehingga, ia meminta pemerintah mendata anak-anak korban vaksin palsu. Ia menegaskan, class action tidak hanya berhenti pada permintaan pertanggung jawaban, namun juga perdata dan pidana.