REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN), Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) Soes Hindharno, mengatakan 12 warga negara Indonesia (WNI) korban kapal tenggelam di perairan Malaysia merupakan tenaga kerja non prosedural (ilegal). Para korban mayoritas bekerja sebagai buruh serabutan di Malaysia.
"Sampai saat ini, kami dan atase tenaga kerja Indonesia di Malaysia beserta KJRI Johor Baru sudah melakukan penelusuran. Ada 12 orang meninggal dan diduga mayoritas merupakan WNI yang masuk ke Malaysia tanpa izin kerja secara prosedural," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (25/7).
Berdasarkan penelusuran sementara, lanjut dia, ada 63 WNI yang berada di dalam kapal tenggelam. Hingga Senin, baru ada 12 korban tewas yang ditemukan.
Dari 12 korban, satu orang diketahui berasal dari Medan, dua orang dari NTT dan beberapa orang lain berasal dari NTB. Para korban tewas setelah kapal yang membawa mereka tenggelam di perairan Johor Baru.
Soes menuturkan, 63 WNI diduga merupakan tenaga kerja ilegal. Sebab, berdasarkan penelusuran sementara, mereka masuk ke Malaysia tanpa surat resmi dan tidak memiliki izin kerja.
"Kapal tenggelam saat membawa WNI pulang ke Indonesia. Ada indikasi masa kerja mereka habis, tidak ada perpanjangan masa kerja dan mungkin juga mereka menghindari pengamanan aparat kepolisian Malaysia," jelasnya.
Pihak Kemenaker nantinya akan melakukan pendataan menyeluruh terhadap para korban. Karena tidak memiliki dokumen resmi dan asuransi, pihak Kemenaker mengaku tidak dapat mengurus santunan dan biaya penguburan.
Lebih lanjut Soes menjelaskan, ada dua faktor utama penyebab masih banyaknya WNI yang menjadi tenaga kerja ilegal di Malaysia. Pertama, karena warga tidak mendapat pekerjaan sesuai dengan keterampilan yang dimiliki.
Kedua, ada banyak jalan tikus di kawasan perbatasan yang berpeluang menjadi jalur masuk TKI ke Malaysia secara tidak resmi. Jalur - jalur tersebut antara lain berada di Nunukan, Entikong, Sipadan dan Ligitan.
"Berdasarkan laporan dari aparat kepolisian di perbatasan memang kecenderungan masuk ke luar negeri lewat cara ilegal sering terjadi. Akhirnya memang WNI bisa mendapatkan pekerjaan, tetapi secara bawah tangan," ujar Soes.
Untuk mengatasi banyaknya tenaga kerja ilegal, pihak Kemenaker saat ini telah menugaskan 21 satuan petugas (satgas) yang ditempatkan di 31 provinsi. Selain melakukan pengecekan dokumen kunjungan dan dokumen kerja, satgas juga mensosialisasikan pencegahan keberangkatan secara ilegal kepada para pekerja Indonesia.