REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii mengungkapkan, bagi masayarakat Poso, teror sebenarnya datang dari aparat kepolisian. Sebab, masayarakat di sana menyimpan dendam yang luar biasa kepada polisi akibat banyaknya aparat yang melakukan pelanggaran HAM berat.
"Para pendeta, ustad, tokoh masyarakat, tokoh pemuda sepakat dengan satu kata, mereka sangat benci dengan polisi karena telah lakukan pelanggaran HAM berat," kata Syafii di Gedung DPR RI Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/7).
Hal ini berkaitan dengan penjelasan pengamat terorisme dari Barometer Institute, Robi Sugara. Menurut Robi, ada salah satu yang menarik dari wilayah Poso, yaitu ada statement jika Pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso, tidak baiat dengan ISIS ada masyarakat Poso yang akan dukung Santoso.
Robi mengatakan, ketika di Poso, Santoso menarik anak-anak muda yang ingin berjihad, tapi tidak bisa pergi ke Suriah. Ada dua jenis jihad kital atau perang yang diyakini, yaitu jihad besar dan jihad kecil. Santoso menarik orang untuk jihad kecil atau jihad dekat. Gerakan jihad ini untuk membunuh polisi.
Kenapa masyarakat Poso begitu benci pada polisi? Robi menjelaskan, pascakonflik Poso, banyak pihak yang masih merasa diperlakukan tidak adil. Pada saat itu, banyak masyarakat yang tewas karena operasi-operasi yang dilakukan aparat keamanan.
"Ada operasi yang ratusan orang ditembak polisi, saat itu keluarganya melihat atau jika tidak mereka melihat ketika dimandikan," kata Robi, Rabu, pekan lalu.
Robi mengatakan, Santoso menjadi orang yang memimpin gerakan untuk balas dendam kepada polisi. Karena gerakan itu, Santoso yang sebelumnya bukan siapa-siapa menarik perhatian banyak orang.