REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak (PA) didatangi orang tua korban vaksin palsu Rumah Sakit (RS) Harapan Bunda (25/7). Para orangtua yang tergabung dalam Aliansi Orang Tua Korban Vaksin Palsu ini menyampaikan segala keluhannya dalam persoalan vaksin palsu. Selain menyampaikan keluhan, para orang tua juga meminta bantuan Komnas PA dalam menjalin komunikasi dengan pihak RS Harapan Bunda.
"Kami tidak pernah bertemu dengan pihak rumah sakit. Mereka selalu menutup diri," kata Ketua Aliansi Orangtua Korban Vaksin Palsu August Siregar. Selain tidak pernah bertemu, August mengeluhkan pihak RS Harapan Bunda tidak memfasilitasi para orang tua korban. August menilai pihak rumah sakit tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah.
Keluarga korban berharap dengan bantuan dari Komnas PA beberapa permasalahan dapat terselesaikan. Salah satunya adalah mengenai data vaksin palsu yang digunakan RS Harapan Bunda. August mengatakan sudah lebih dari seminggu pihak rumah sakit membuat data yang mereka butuhkan. "Kami harus tahu dan butuh penjelasan bulat-bulat," tambah August.
August juga mengatakan dirinya dan keluarga korban yang lain tidak menuntut ganti rugi dalam bentuk materi. Para orangtua korban hanya meminta tanggung jawab pihak rumah sakit dalam mengakomodasi kesehatan setiap anak. Lebih tepatnya, bentuk yang mereka butuhkan adalah asuransi kesehatan.
August pun menyampaikan bahwa pihak Komnas PA akan membantu proses penyelesaian masalah dengan pihak rumah sakit. Diharapkan Komnas PA dapat menjadi penjembatan antara pihak keluarga korban dan RS Harapan Bunda. Selain itu dapat membantu proses hukum dan medis yang diperlukan oleh orang tua korban. Selain ke Komnas PA, aliansi garapan keluarga korban ini juga turut mendatangi Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Sebelumnya pihak RS Harapan Bunda belum dapat mengeluarkan pernyataan terkait masalah vaksin palsu. Nunung Rohayati selaku humas RS Harapan Bunda menyampaikan bahwa pihak rumah sakit sedang membuat data dan akan segera memberikan data tersebut ke Kementerian Kesehatan untuk ditindaklanjuti.
.